ESANDAR, Jakarta – Awalnya, Dolar AS cukup jumawa dengan potensi kenaikan suku bunga The Federal Reservere. Tahun ini diperkirakan akan naik tiga sampai empat kali kenaikan suku bunga. Cukup agresif, dibandingkan perkiraan sebelumnya semasa The Fed dipimpin Janet Yellen.
Sayangnya, sejumlah bank sentral lain tak kalah agresif. Mereka meski tidak menaikkan suku bunga, namun secara agresif mengurangi kebijakan moneter yang ultra longgar. Alhasil, Dolar AS tertekan saat harus bersaing dengan sejumlah mata uang tersebut. Bahkan dengan Euro dalam perdagangan EURUSD, Dolar AS harus menelan pil pahit dengan terlempar ke posisi terendah sejak Desember 2014.
Keunggulan dari rencana kenaikan suku bunga, semakin tergerus dengan kekhawatiran pelaku pasar tentang defisit neraca anggaran dan transaksi berjalan AS. Defisit anggaran diproyeksikan akan terjadi bahkan angkanya mendekati $1 triliun pada tahun 2019 di tengah pengeluaran pemerintah yang semakin bertambah dan pemotongan pajak perusahaan yang besar. Memang pelaku pasar masih menitik beratkan perhatian pada kebijakan yang diberlakukan pada tahun lalu, khususnya pemotongan pajak, dan apa dampak dari kebijakan tersebut terhadap defisit fiskal AS.
Pada hari Jumat euro sempat melonjak ke $1,2555, level tertinggi sejak tahun 2014, sebelum berbalik turun hingga berakhir negatif 0,79% di $1,2406.Korelasi antar pasar pun telah teracak di minggu lalu. Penurunan dolar AS terjadi di saat imbal hasil Obligasi AS mencapai titik tertinggi empat tahun dan saat inflasi AS lebih kuat dari perkiraan dan memperkuat ekspektasi pasar bahwa The Fed dapat menaikkan suku bunga sebanyak empat kali di tahun ini.
Kini pasar sedang dipersimpangan, dengan apa yang tampaknya akan mengubah hubungan antar pasar karena lebih dari sepekan lalu bursa saham jatuh sebagai akibat dari kenaikan imbal Obligasi AS, namun pada minggu lalu bursa saham naik di saat imbal juga bergerak naik.
Pada perdagangan lainnya, USDJPY ditutup naik tipis. Dolar AS menguat terhadap yen sebanyak 0,18% pada akhir hari Jumat di ¥106,30, setelah sebelumnya tenggelam ke level terendah 15 bulan baru di ¥105,53. Kedepannya, pasangan ini akan melihat prospek kebijakan moneter lebih lanjut. Bisa jadi tercipta kecenderungan penguatan yen, meski ada prospek kebijakan moneter yang mudah yang akan berlanjut di Jepang. Pasar mulai menguji tekad Bank of Japan (BoJ) tersebut.
Sedangkan Poundsterling menutup sesi Jumat dengan penurunan 0,62% di $1,4010, turun dari tertinggi sesi tersebut di $1,4144. (Lukman Hqeem)