Esandar Arthamas Berjangka merupakan pialang resmi yang terdaftar di BAPPEBTI. Anggota dari Bursa Berjangka Jakarta dan Kliring Berjangka Indonesia.

ESANDAR – Diantara Obligasi AS, Emas dan Dolar – salah satu diantaranya menjadi asset yang tidak menggembirakan. Dolar tidak seperti dua aset lainnya, mata uang AS ini tampaknya tidak menarik banyak minat beli ketika para investor menghindar dari saham global pada akhir pekan lalu dan mencari asset yang aman setelah serangan militer AS dimana menewaskan komandan militer Iran dan mempertinggi ketegangan di Timur Tengah.

Ketegangan yang meningkat antara AS dan Iran dapat mengangkat dolar – setidaknya terhadap mata uang non-utama – meskipun terlihat kecenderungannya memilah jenis-jenis baris geopolitik yang menguntungkan utamanya bagi yen dan franc Swiss.

Pada hari Jumat (03/02/2020), harga emas melonjak dan harga Obligasi AS juga, hal ini menarik turun imbal hasilnya, karena aksi jual ekuitas global setelah serangan ke Bandara Bagdad tersebut. Harga Emas terus naik pada hari Senin (06/01/2020), meskipun imbal hasil Treasury kemudian naik lebih tinggi karena bursa saham AS melakukan kinerja yang beragam. Hal ini menandakan bahwa kegelisahan Timur Tengah dianggap sebagian pelaku pasar memudar. Indek S&P 500 naik tipis 0,1%, sementara Dow Jones sedikit berubah setelah kedua indeks membukukan kerugian pada hari Jumat.

Sementara itu, indek Dolar AS turun 0,2% pada hari Senin di 96,665 setelah berakhir melunak di akhir tahun 2019. Indek melihat sedikit pergerakan secara keseluruhan pada hari Jumat karena jatuhnya bursa saham jatuh, dimana terjadi kenaikan moderat mata uang AS terhadap euro dalam perdagangan EURUSD, yang memiliki hampir 58% bobot dalam indeks, sebagian diimbangi oleh kenaikan tajam untuk yen Jepang dalam erdagangan USDJPY, yang tertimbang sekitar 14%.

Dolar AS naik 0,1% versus euro pada hari Jumat tetapi jatuh 0,4% versus yen. Dolar hampir tidak berubah versus franc dalam perdagangan USDCHF, pada hari Jumat setelah berakhir di posisi terendah dalam 15-bulan versus mata uang Swiss di malam Tahun Baru, menurut data FactSet.

Dolar AS mampu naik 0,3% pada hari Senin setelah sebelumnya tergelincir ke level terendah 2 ½ bulan di bawah ¥ 108. Dolar turun 0,5% versus Franc Swiss, mengambil 0,968 franc.

Yen dan franc Swiss telah lama menikmati reputasi sebagai mata uang tempat berlindung selama periode tekanan geopolitik. Analis telah menghubungkan kekuatan kedua mata uang ini dengan surplus neraca berjalan yang besar, suatu ukuran kelebihan tabungan dalam sistem ekonomi, yang dilakukan oleh kedua negara. Itu berarti kepemilikan besar aset asing oleh investor di Jepang dan Swiss, harapannya adalah para investor itu dengan cepat memulangkan sejumlah dana ketika keadaan menjadi sulit, sehingga mengangkat mata uang mereka masing-masing.

Namun demikian itu tidak berarti bagi dolar AS, sebagai mata uang cadangan dunia, dia tidak memiliki daya tariknya sendiri. Sebagaimana asset safe haven lainnya,  kekuatan Dolar AS tampaknya benar-benar muncul ketika ada krisis likuiditas global, seperti yang terjadi pada 2008, dimana para pialang dan investor berebut untuk mengamankan diri pada dolar.

Kondisi saat ini berbalik, dimana ketegangan geopolitik muncul namun tidak memperketat kondisi likuiditas. Hal ini membuat dolar AS cenderung jatuh terhadap mata uang negara-negara utama lainnya, seperti yen dan franc Swiss, dan mungkin akan diperdagangkan sideways terhadap euro. Setidaknya dolar AS akan kehilangan sekitar 5% hingga 10% dalam ketentuan perdagangan tertimbang pada tahun 2020.

Dolar yang lebih lemah menjadi konsensus tahun 2020, meskipun pandangan yang skeptis ini juga berpendapat bahwa faktor-faktor yang sebelumnya membuat dolar frustrasi terus mendukung mata uang. Ini termasuk ekonomi domestik yang masih mengungguli rekan-rekan internasionalnya serta imbal hasil A.S. yang lebih tinggi, meskipun serangkaian tiga pemotongan suku bunga Federal Reserve tahun lalu.

Sejumlah sentiment awal 2020 adalah bahwa imbal hasil Obligasi AS dan suku bunga sudah cukup tinggi untuk mendukung dolar. Namun demikian keuntungan itu bisa diimbangi oleh posisi perdagangan AS yang “membusuk” yang melampaui kekhawatiran atas hubungan AS-China. Penurunan ekspor dunia dan penurunan penjualan A.S. di luar negeri berarti berkurangnya permintaan dolar untuk membiayai transaksi. Dalam gambaran besar, “atmosfir dolar” tidak jelas. Lebih banyak pertanyaan daripada jawaban di seputar persidangan impeachment yang ditunda Presiden Donald Trump, memperdalam konflik dengan Irak dan faktor-faktor lain pada dolar AS.

Dolar AS memang tanpa arah sejak awal karena berbagai alur cerita memecah diri. Penurunan perdagangan dunia tampaknya belum berakhir. Hal itu menunjukkan risiko penurunan untuk greenback lebih lanjut. (LH)