Setelah mengalami lonjakan beberapa waktu dan mengarah ke harga $100 per barel, minyak mentah mengalami penurunan terbesar selama 2 hari terakhir sejak awal Juni. Sejumlah pedagang ritel semakin membangun eksposur ke sisi atas. Namun demikian, ini merupakan tanda peringatan dini bahwa West Texas Intermediate (WTI) atau bahkan Brent mungkin akan terus melemah.
WTI turun lebih dari 2% pada perdagangan Selasa (03/09/2023) dini hari, dimana minyak mentah Brent juga turun hampir 2%, setelah seminggu melonjaknya harga yang membuat minyak tertentu naik menuju $100. Pada pukul 03:08 WIB, WTI diperdagangkan pada $88,73, turun 2,27% dan turun $2,06 hari ini. Minyak mentah Brent diperdagangkan pada $90,56, turun 1,78%, atau $1,64 hari ini.
Jatuhnya harga tak lepas dari kenaikan Dolar AS yang kuat, aksi ambil untung, kekhawatiran inflasi yang dapat mengurangi permintaan dan perkiraan yang menunjukkan peningkatan pasokan semuanya membebani harga minyak saat ini. Aksi ambil untung diperkirakan terjadi setelah minyak mencapai level tertinggi dalam 10 bulan di Q3, naik hampir 30%.
Prospek global dengan cepat berubah menjadi lebih buruk dan hal ini mendorong perdagangan dolar lagi dan membebani prospek permintaan minyak mentah. Dolar AS sebagaimana diketahui mengalami kenaikan pada hari Senin ketika pemerintah federal menghindari penutupan dan semakin besar kemungkinan bahwa Federal Reserve akan mempertahankan suku bunga yang lebih tinggi di masa depan. Kebangkitan dolar telah terjadi selama empat minggu terakhir, dibantu oleh data ekonomi yang positif, khususnya dalam hal pemulihan manufaktur di bulan September.
Dalam kaitannya dengan penutupan pemerintahan (partial shutdown), pada hari Sabtu, Kongres AS berhasil meloloskan rancangan undang-undang pendanaan sementara, sehingga untuk sementara waktu dapat menghindari bencana.
Harga minyak juga terbebani saat ini adalah perkiraan Bank Dunia mengenai pertumbuhan Tiongkok yang lebih lambat, yang dapat mengurangi permintaan minyak. Bank Dunia pada hari Senin memperkirakan pertumbuhan Tiongkok sebesar 5,1% pada tahun 2023, naik dari 3% pada tahun 2022 tetapi masih menunjukkan laju pertumbuhan yang melambat sejak bulan April.
Pada tanggal 4 Oktober, OPEC+ akan menjadi tuan rumah panel menteri, dengan fokus utama pada apakah Arab Saudi dan Rusia akan mempertahankan pengurangan produksi mereka sebesar 1,3 juta barel per hari secara sukarela.
Bila dilihat secara teknis, bahwa harga minyak mentah turun lebih dari -3,4 persen. Ini menandai kinerja 2 hari terburuk sejak awal Juni. Sebagai tanggapannya, pedagang ritel mulai meningkatkan eksposur ke sisi atas. Hal ini terlihat dengan melihat IG Client Sentiment (IGCS) yang seringkali berfungsi sebagai indikator pelawan (Contra Indicator).
Menurut IGCS, hanya sekitar 45% pedagang eceran yang memiliki net-long minyak mentah. Karena sebagian besar masih bias ke bawah, hal ini terus menunjukkan bahwa harga mungkin akan naik. Meskipun demikian, eksposur ke atas telah meningkat masing-masing sebesar 8,8% dan 11,11% dibandingkan kemarin dan minggu lalu. Dengan mengingat hal tersebut, perubahan taruhan baru-baru ini memperingatkan bahwa tren harga saat ini akan segera berbalik lebih rendah.
Dalam rekaman grafis, terlihat bahwa WTI telah secara efektif menolak harga tertinggi bulan November, yang menjadikan zona resistance antara 92.43 – 93.72. Hal ini juga mengikuti divergensi RSI negatif, yang menunjukkan bahwa momentum kenaikan mulai memudar. Sejak itu, harga terus melemah, baru-baru ini menghilangkan rata-rata pergerakan 20 hari.
Minyak juga sedang menguji dorongan di bawah level ekstensi Fibonacci 61,8% di 88,75. Mengonfirmasi penembusan lebih rendah dapat membuka pintu bagi bias teknis yang semakin menurun. Hasil tersebut menempatkan fokus pada rata-rata pergerakan 50 hari, dan titik belok 84,84 dari bulan Agustus. Ini mungkin berfungsi sebagai level supoort.