ESANDAR, Jakarta – Gejolak politik di Amerika Serikat menurunkan tingkat kepercayaan investor dilantai bursa. Aksi jual terus berlanjut, menyusul ketidak yakinan bursa dan beralih untuk mengurangi resiko. Tindakan Risk Aversion yang dilakukan berimbas pada naiknya harga emas sebagai aset safe haven.
Pada hari Rabu, Federal Reserve diperkirakan akan menaikkan suku bunga menjadi 1.75 persen, naik dari 1.5 persen. The Fed juga bisa menandakan bahwa sebanyak tiga kali kenaikan suku bunga mungkin berada kisaran target untuk sisa tahun ini.
Bursa saham Hong Kong berakhir minus, begitu juga dengan Tokyo dan Seoul. Indek Hangseng menyusut akibat kekhawatiran kenaikan suku bunga Federal Reserve pada pertemuan pekan ini. Indek Kospi turun karena investor berhati-hati menjelang pertemuan Federal Reserve. Saham automotif mendapat tekanan dengan penurunan saham Hyundai 3.81 persen. Indek Nikkei turun lebih dari satu minggu karena investor melakukan repetisi terhadap jajak pendapat yang menunjukkan dukungan terhadap Perdana Menteri Shinzo Abe semakin memudar di tengah skandal kronisme yang mencengkeram negara tersebut. Saham Eksportir berkinerja buruk, saham TDK Corp turun 2.3 %, Taiyo Yuden turun 2.2 % dan Panasonic turun 1.9 %.
Bursa saham AS turun dengan peningkatan krisis politik di Washington DC. Presiden Donald Trump kembali menuduh penyelidik khusus Robert Mueller merekrut “anggota Demokrat yang keras” untuk menyelidiki dugaan hubungan antara kampanye presiden 2016 dan Rusia. Trump juga menolak pernyataan mantan Wakil Direktur FBI Andrew McCabe yang dipecat pada hari Jumat, dua hari sebelum pensiun yang memiliki dokumen-dokumen memberatkan kepadanya. Berita ini menimbulkan krisis kepercayaan kepada Trump.
Disisi lain, penurunan Wall Street juga dipicu dari kekhawatiran kenaikan suku bunga Federal Reserve pada pekan ini. Ekspektasi kenaikan suku bunga oleh pasar berada 94.4 % pada Senin pagi. Sementara itu, Saham Facebook anjlok 6% setelah laporan bahwa data 50 juta penggunanya disalahgunakan oleh sebuah firma konsultasi politik menjelang pemilihan 2016 AS. Firma analisis politik Cambridge Analytica dikabarkan mengumpulkan data tentang 50 juta profil orang tanpa persetujuan mereka. Cambridge Analytica bekerja di iklan Facebook dengan kampanye Presiden Donald Trump pada tahun 2016.(Lukman Hqeem)