ESANDAR, Jakarta – Penurunan bursa saham global berlanjut di Asia pada hari Rabu (14/03/2018) menyusul pemecatan Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson. Banyak investor, meskipun menampik bahwa mereka tidak terpengaruh oleh langkah tersebut, faktanya kenaikan baru-baru ini tergerus oleh krisi politik di pemerintahan Donald Trump.
Semalam, data inflasi A.S. menunjukkan bahwa tekanan harga tetap lunak pada bulan Februari. Prospek the Federal Reserve untuk bertindak lebih agresif dalam menahan laju inflasi mengendur dan membantu memicu penurunan bursa saham global.
Sejumlah saham di sektor keuangan dan teknologi, dua sektor dengan kinerja terbaik di AS sepanjang tahun ini, memimpin penurunan pada perdagangan hari Selasa. Sementara imbal hasil Obligasi 10 tahun AS juga mundur. Imbal hasil obligasi yang meningkat telah meningkatkan harapan pendapatan yang lebih tinggi bagi bank dan perusahaan asuransi.
Setelah empat hari berturut-turut menguat di Indek Nikkei Jepang, dan Kospi Korea Selatan turun sekitar 0,5% dalam perdagangan terakhir. Di Jepang, saham produsen chip Renesas Electronics dan Rohm masing-masing turun 3,8% dan 2,3% sedangkan Taiwan Semiconductor Manufacturing mundur 1,4%. Senin malam, Presiden Donald Trump memblokir usaha Broadcom untuk mendapatkan Qualcomm, dengan alasan ancaman keamanan nasional. Di Hong Kong, Indek Hang Seng membuka lebih tinggi 1%, ditengah jatuhnya sektor perbankan dan perusahaan teknologi. Indeks saham unggulan A.S. Dow Jones turun 1,6% pada hari Selasa meski NASDAQ mengalami kemenangan beruntun tujuh hari.
Sementara itu, muncul tanda-tanda bahwa pendapatan perusahaan mulai menurun di beberapa wilayah Asia Pasifik, terutama Korea Selatan. Sejumlah investasi mengalir dari Asia ke sejumlah bursa dinegara-negara berkembang.
Dolar AS dalam perdagangan USDJPY tergelincir terhadap yen. Dolar terakhir membeli ¥ 106,73 setelah mencapai ¥ 107,29. Risalah pertemuan Bank of Japan untuk bulan Februari menunjukkan bahwa beberapa anggota dewan memperingatkan bank sentral harus tetap memperhatikan efek samping yang tidak diharapkan dari kebijakan tingkat suku bunga ultralow saat ini. Indeks Dolar Amerika Serikat, yang mengukur kekuatan dolar terhadap sekeranjang enam mata uang utama, hanya sedikit berubah. (Lukman Hqeem)