ESANDAR, Jakarta – Risk Appetite dikalangan investor menurun, arus masuk berubah ke aset pengaman, safe haven. Dolar AS masih menjadi aset yang dicari menyusul data ekonomi China dan Eropa yang mengkhawatirkan.
Data ekonomi menjadi sumber yang membebani risk appetite pada perdagangan Jumat (14/12). Aktivitas ekonomi China melambat pada bulan November, didorong oleh pelemahan dalam produksi industri dan penjualan ritel. Pukulannya membuat pasar saham di seluruh Asia anjlok.
Di tempat lain, indeks pembelian manajer Jerman dan zona euro dibulan Desember turun. Indek komposit zona euro merosot ke 51,3 banding perkiraan yang bisa ke 52,8. Melambatnya aktfitas manufaktur dan komponen layanan menjadi sumber kemunduran ini. Data tampak serupa untuk Jerman.
Indek Dolar AS naik hingga ke level tertingginya dalam 1 ½ tahun terakhir,dan ditutup pada akhir pekan dengan catatan kenaikan 0,4% di posisi 97,428. Dalam sepekan, Indek Dolar AS naik 0,9%. Dolar AS naik terhadap sebagian besar pesaingnya, kecuali yen Jepang dalam perdagangan USDJPY, dengan dibeli ¥ 113,23, atau turun 0,3%.
Memang akan sulit untuk membayangkan dolar akan mundur secara signifikan tanpa peningkatan dalam Risk Appetite. Dalam lingkungan seperti ini, dimana data AS yang lebih lunak mungkin bisa membuat benar-benar terbukti menjadi perangsang untuk aset risiko global, tetapi investor tidak sepenuhnya yakin bagaimana pertemuan the Federal Reserve minggu depan ini.
Kenaikan Dolar AS pasti memberikan pukulan bagi harga komoditas. Sejumlah mata uang yang terhubung dengan perdagangan komoditi, ikut terdampak penguatan ini. Krone Norwegia, Dolar Selandia Baru dan Dolar Australia, menjadi pemain terburuk dalam perdagangan dipasar uang pada akhir pekan.
NZDUSD menjadi yang terburuk dalam Kelompok 10 mata uang yang paling diperdagangkan, turun 0,9% terhadap dolar pada $ 0,07680. Dolar Australia dalam perdagangan AUDUSD, mengikuti dengan turun 7% pada $ 0,7179.
Euro dalam perdagangan EURUSD, menyentuh posisi terendah dalam satu bulan, tetapi kemudian pulih untuk diperdagangkan di $ 1,1305, dibandingkan dengan $ 1,1358 pada perdagangan sebelumnya. Sementara Poundsterling Inggris dalam perdagangan GBPUSD, jatuh ke $ 1,2581 dari $ 1,2655.
Terkait Brexit, Presiden Komisi Eropa Jean-Claude Juncker mengatakan dukungannya agar Irlandia tidak tunduk pada renegosiasi. Menurutnya ini akan menjadi hal yang sangat memalukan bagi Theresa May, karena dia berusaha meyakinkan mereka untuk memilih dia dalam mosi tidak percaya dengan menjanjikan bahwa dia bisa mendapatkan Uni Eropa untuk memberikan konsesi baru.
Dengan pernyataan ini, semakin memungkinkan bahwa perjanjian penarikan Inggris dari Uni Eropa tidak akan melewati Parlemen. Oleh karena itu, seperti yang dikhawatirkan akan terjadi Hard BREXIT . Ini menjadi bencana untuk Poundsterling.
Sebelumnya, May mengatakan kepada sejumlah wartawan di sela-sela KTT Uni Eropa pada hari Jumat bahwa ada kepentingan bagi semua orang untuk mendapatkan kesepakatan yang dilakukan sesegera mungkin, dan bahwa para pemimpin Eropa juga ingin mendapatkan kesepakatan lintas batas. (Lukman Hqeem)