Poundsterling Berpotensi Menguat Kembali

Esandar Arthamas Berjangka merupakan pialang resmi yang terdaftar di BAPPEBTI. Anggota dari Bursa Berjangka Jakarta dan Kliring Berjangka Indonesia.

Poundsterling naik tipis terhadap euro pada hari Rabu, dimana investor fokus pada taruhan pasar tentang Inggris dan kenaikan suku bunga zona euro di tengah kekhawatiran tentang dampak ekonomi dari perang di Ukraina. Pound juga melemah terhadap dolar, yang kembali menguat setelah investor terus memburu ke aset safe-haven.

Diyakini bahwa kenaikan suku bunga Inggris tahun ini hanya akan sebesar 108 basis poin (bps) dari sebelumnya diyakini bisa sebesar 130 bps sebelum invasi Rusia. Penurunan keyakinan ini juga sejalan dengan ekspektasi yang lebih rendah dari kenaikan suku bunga Eropa yang diperkirakan hanya akan sebesar 20 bps pada kenaikan yang sedianya akan dilakukan pada Desember 2022 nanti.

Repricing yang lebih rendah dari siklus pengetatan Inggris akan membuat Poundsterling sedikit rentan, seperti halnya statusnya sebagai mata uang yang lebih sensitif terhadap risiko/ekuitas keuangan, mengingat ukuran sektor keuangan dalam ekonomi Inggris. Sementara dengan ekuitas Eropa yang tetap rentan karena dunia menilai kembali besaran pertumbuhan Eropa, pasangan EUR/GBP dapat memantul di kisaran 0,8300-0,8400 – tetapi bisa menembus lebih tinggi jika ekuitas melemah lagi.

Poundsterling turun 0,2% terhadap dolar menjadi $ 1,3293 pada perdagangan GBP/USD. Sementara dalam perdagangan silang GBP/EUR, poundsterling naik 0,1% lebih tinggi terhadap mata uang tunggal menjadi 83,40 pence.

Selanjutnya, investor akan menitik beratkan perhatian mereka pada komentar pejabat Bank of England (BoE), termasuk Deputi Gubernur untuk Stabilitas Keuangan Jon Cunliffe. Sebelumnya, anggota dewan pembuat kebijakan BoE Michael Saunders mengatakan di hari Selasa bahwa invasi Rusia ke Ukraina kemungkinan akan mendorong melonjaknya inflasi Inggris lebih tinggi, tetapi terlalu dini untuk menentukan dampaknya terhadap kebijakan moneter. BoE juga perlu memastikan lonjakan harga energi saat ini tidak mempengaruhi keputusan penetapan harga jangka panjang bisnis, anggota Komite Kebijakan Moneter Catherine Mann menambahkan pada hari Selasa.