Popularitas Donald Trump dalam pertemuan G7 pekan ini diperkirakan akan menurun, menyusul kebijakan perang dagangnya terhadap sekutu-sekutunya.

Esandar Arthamas Berjangka merupakan pialang resmi yang terdaftar di BAPPEBTI. Anggota dari Bursa Berjangka Jakarta dan Kliring Berjangka Indonesia.

ESANDAR, Jakarta – Presiden Donald Trump suka mengatakan bahwa bahwa dunia lebih banyak berpikir tentang Amerika Serikat daripada dulu. “Amerika sedang dihormati lagi,” tegasnya di Indiana bulan lalu. Sayangnya, hal itu tidak benar juga, atau dalam istilah yang sering juga dikatakan oleh Trump, sebagai “berita palsu”.

Menjelang pertemuan pemimpin negara-negara G7, popularitas Donald Trump menurun diantaa para koleganya ini. Hal ini tak lepas dari kebijakan perdagangan yang dijalankan saat ini. Sikap proteksinisme dengan mengatasnamakan ancaman nasional dalam perdagangan, melahirkan rezim tariff impor baru. AS memutuskan untuk mengenakan tariff impor baja dan almunium yang tinggi bagi produk dari Uni Eropa, Kanada, Meksiko, Cina dan sejumlah negara lainnya. Pendek kata, Donald Trump telah memicu perang dagang “global”.

Trump bergeming dengan kebijakan tersebut, meski banyak dicaci diseluruh dunia, faktanya perekonomian AS terus membaik dibawah kepemimpinannya. Tingkat pengangguran, sebagai salah satu indikator ekonomi, berada pada tingkat terendah dalam 18 tahun terakhir ini. Inflasi juga tumbuh meski lamban. Trump dan pendukungnya mungkin mengatakan “Siapa yang peduli apa yang orang asing pikirkan?”

Jawaban atas pertanyaan sederhana itu adalah multi-segi. Suka atau tidak, sebagai bagian dari masyarakat internasional, kita harus peduli apa yang dunia pikirkan. Banyak masalah abad ke-21 terjadi melintasi batas-batas negara dan tidak dapat dipecahkan sendirian. Seperti masalah pandemi kesehatan, keamanan dunia maya, perubahan iklim, dan banyak lagi. Kita membutuhkan dunia karena kita membutuhkan akses ke pasar.

Dalam sebuah jajak, satu dari enam pekerjaan di Amerika terkait dengan perdagangan internasional. Pada akhir masa kepresidenan Obama, kata sebuah survei 37 negara oleh Pew Research Center, yang berpusat di Washington, non-partisan, 64% responden memiliki pandangan yang menguntungkan dari Amerika Serikat. Pada musim panas 2017, atau hanya lima bulan dalam kepresidenan Trump , jajak serupa dilakukan dengan hasil merosot menjadi 49%.

Temuan terbaru tersebut menunjukkan makin banyak orang yang tidak percaya pada presiden Amerika Serikat, merosot 42 poin menjadi hanya 22%. Singkat kata, sebagian besar dunia menghormati Amerika dan presidennya, namun kini jauh lebih sedikit daripada biasanya. Meskipun bagi Israel dan Rusia, mereka lebih percaya presiden AS saat ini bisa melakukan hal yang benar dalam urusan luar negerinya daripada dulu. Tetapi di 35 negara lain yang disurvei Pew, termasuk di Eropa, Afrika, Australia, Amerika Utara dan Selatan,  keyakinan itu turun dari lima hingga 83 poin.

Hal yang perlu diingat, data ini mendahului lahirnya perang dagang yang kini digelar oleh Trump. Dia telah berkelahi dengan Eropa, Cina, Meksiko dan Kanada. Kanada merupakan mitra dagang dan sekutu AS, tapi tidak juga menyurutkan Trump untuk menembakkan amunisinya. Donald Trump, jika ada Hadiah Nobel karena membuat orang kesal, dia akan menang telak.

Trump berpikir dia bisa memukul dunia dengan tarif dan mereka akan gemetar ketakutan. Sayangnya, perkembangan terkini justru berbeda. Negara-negara lain mulai bersatu memukuli balik. Hal ini tentu akan menempatkan para pekerja Amerika yang tak terhitung jumlahnya dalam bahaya.

Partai Konservatif dan liberal Kanada selama ini sering berdebat tentang segala hal seperti orang Amerika. Kini mereka bersatu dalam perang dagang melawan AS. Sebuah jajak pendapat minggu ini mengatakan 82% dari partisan konservatif Kanada dan 87% kaum liberal menentang Trump dalam perdagangan. Ini bisa menjelaskan kemunduran yang dia peroleh dari Perdana Menteri Justin Trudeau.

Lebih buruk lagi, 15 juta orang Kanada dari seluruh warga negeri yang hanya berjumlah 40 juta,  mengatakan bahwa mereka sekarang akan memboikot barang-barang Amerika kapan saja mereka bisa. Tidak ada belanja liburan, tidak ada belanja lintas batas, tidak membeli apa pun dengan label “Made in the USA”. Tidak tampak peduli tentang semua ini, Trump justru menghina Kanada dengan menyebutnya sebagai “ancaman terhadap keamanan nasional,” mengutip Perang 1812 dan pembakaran Gedung Putih sebagai contoh.

Alasan yang tidak tepat, mengingat Kanada belum menjadi sebuah negara pada tahun 1814 , tahun yang sebenarnya Gedung Putih terbakar. Serangan itu dilakukan oleh pasukan Inggris sebagai bentuk balas dendam bagi pasukan Amerika yang membakar bagian dari Toronto masa kini.

Pada akhirnya, Trump akan merasakan seperti apa rasanya menjadi Mr. Unpopular ketika dia menghadiri KTT G-7 akhir pekan ini, yang akan diadakan di wilayah rumah Trudeau, La Malbaie, Quebec. Dia akan duduk bersama Kanselir Jerman Angela Merkel Jerman, Theresa May dari Inggris, dan bahkan Emmanuel Macron dari Prancis, mungkin mereka bisa bersikap lebih sopan. Karena mereka berurusan dengannya karena dia adalah presiden Amerika Serikat.

Namun, sekutu-sekutu tersebut mulai jenuh dan frustrasi melihat Trump, seseorang harus diminimalkan dan diabaikan kapan pun memungkinkan. Trump adalah pria transaksional, tetapi mereka memainkan game panjang — game yang mereka harapkan akan memiliki pemain baru 29 bulan dari sekarang — pada bulan November 2020. (Lukman Hqeem)