ESANDAR, Jakarta – Pertumbuhan ekonomi Jepang mengalami kinerja terpanjang sejak gelembung aset terjadi di dekade 1980-an. Sayangnya, pada kwartal pertama tahun ini, diperkirakan akan mandek, meskipun momentum pertumbuhan akan kembali terjadi ditahun ini.
Ekonomi Negeri Matahari Terbit ini terlihat tumbuh pada tingkat tahunan 0,5 % pada kuartal pertama karena belanja konsumen dan produksi pabrik melemah. Hasil perkiraan ini diambil menurut jajak pendapat dari 39 ekonom pada 4-12 April lalu. Proyeksi ini turun dari 1,6 % pertumbuhan tahunan di kuartal keempat kemarin.
Faktor cuaca dan naiknya harga sayuran menjadi sentiment kuat melemahnya tingkat belanja konsumen di Jepang. Sementara penurunan produksi pabrikan menurun karena tren pemulihan ekonomi secara keseluruhan masih moderat dan belum berubah.
Sebagai negara dengan perekonomian terbesar ketiga didunia, Jepang mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup solid. Tumbuh selama delapan kwartal berturut-turut hingga akhir 2017 kemarin. Mencatat rekor sebagai laju pertumbuhan terpanjang sejak 1980an.
Para ekonom memperkirakan bahwa ekonomi akan berkembang 1,3 % selama tahun fiskal yang dimulai pada bulan April, turun dari yang diharapkan 1,8 % untuk tahun fiskal yang baru saja berakhir pada bulan Maret. Meskipun ekonomi solid, harga konsumen melambat untuk pulih dan inflasi tetap di bawah target 2 persen bank sentral.
Indeks harga konsumen inti, termasuk produk minyak tetapi tidak termasuk makanan segar, diperkirakan akan naik 0,9 % tahun fiskal ini dan 1,0 % untuk fiskal 2019, tidak termasuk dampak pada pertumbuhan harga dari kenaikan pajak penjualan terjadwal pada Oktober mendatang.
Para panelis memprediksi BOJ akan kembali mendorong perekonomian untuk mencapai target inflasi, yang tergerus dengan penguatan Yen. Bank saat ini melihatnya mencapai tujuan itu sekitar fiskal 2019.
Perdana Menteri Shinzo Abe akan mengunjungi Amerika Serikat dari 17-18 April untuk bertemu dengan Presiden Donald Trump. Pejabat Jepang mendukung Trump untuk mengambil sikap perdagangan yang agresif.
Pada perdagangan Dolar atas Yen, terlihat potensi koreksi. Proyeksi bahwa The FED dapat menaikan suku bunga secara bertahap tanpa risiko lonjakan inflasi dan pasar mengesampingkan kekhawatiran perang perdagangan AS – Cina dan potensi sanksi Rusia.
Dolar diperkirakan akan naik dan bisa melampui puncak perdagangan sebelumnya. Jika USDJPY mampu bertahan diatas 107 lebih lama, maka akan membuka peluang kenaikan USDJPY ke 107.50. Sebaliknya, kegagalan menembus 107.20 akan membuka penguatan Yen lebih lanjut. USDJPY berpeluang terkoreksi hingga 106.50. (Lukman Hqeem)