Esandar Arthamas Berjangka merupakan pialang resmi yang terdaftar di BAPPEBTI. Anggota dari Bursa Berjangka Jakarta dan Kliring Berjangka Indonesia.

Perekonomian Jerman mengalami stagnasi pada kuartal kedua dibandingkan tiga bulan sebelumnya, tidak menunjukkan tanda-tanda pemulihan dari resesi musim dingin dan mengukuhkan posisinya sebagai salah satu negara dengan perekonomian terlemah di dunia.

Angka pertumbuhan nol pada kuartal kedua sejalan dengan perkiraan pertama yang dipublikasikan pada akhir Juli. Tahun ke tahun, PDB yang disesuaikan mengalami kontraksi sebesar 0,2% pada kuartal kedua.

Dari kuartal ke kuartal, aktivitas ekonomi turun sebesar 0,4% pada kuartal keempat tahun 2022 dan sebesar 0,1% pada kuartal pertama tahun 2023. Kontraksi dua kuartal berturut-turut memenuhi definisi teknis resesi.

Dalam prospek jangka pendek dan jangka Panjang, kondisi ekonomi Jerman terlihat tidak menggembirakan. Lemahnya daya beli, menipisnya pesanan industri, perlambatan ekonomi Tiongkok dan dampak pengetatan kebijakan moneter paling agresif dalam beberapa dekade semuanya menunjukkan lemahnya aktivitas ekonomi di Jerman di masa depan.

Konsumsi rumah tangga menunjukkan pertumbuhan nol pada kuartal kedua dibandingkan kuartal pertama dan belanja pemerintah naik sebesar 0,1%. Investasi modal juga sedikit tumbuh sementara ekspor turun 1,1%, data yang diterbitkan pada hari Jumat (25/08/2023) menunjukkan.

Diyakini bahwa PDB Jerman akan mengalami kontraksi sebesar 0,2% pada kuartal ketiga, sebelum rebound sebesar 0,4% kuartal ke kuartal pada kuartal terakhir tahun ini. Itu berarti PDB Jerman turun 0,2% YoY pada tahun 2023.

Jika perkiraan untuk empat negara besar zona euro benar, ini berarti Jerman akan menjadi negara dengan kinerja terburuk di antara negara-negara tersebut. Bundesbank memperkirakan output ekonomi sebagian besar tetap tidak berubah pada kuartal ketiga, menurut laporan bulanan yang diterbitkan pada hari Senin.

Pasar tenaga kerja yang tangguh, kenaikan upah yang kuat, dan penurunan inflasi akan meningkatkan konsumsi swasta, namun produksi industri akan tetap lemah karena lesunya permintaan luar negeri, kata laporan itu tersebut.