Penguatan Dolar AS tak terbendung, memberikan ancaman ke pasar saham

Esandar Arthamas Berjangka merupakan pialang resmi yang terdaftar di BAPPEBTI. Anggota dari Bursa Berjangka Jakarta dan Kliring Berjangka Indonesia.

ESANDAR, Jakarta – Tren penguatan Dolar AS hampir tak terbendung sejak awal kuartal kedua. Seiring dengan meningkatnya imbal hasil obligasi pemerintah. Hal ini memberikan ancaman pasar saham.

Penguatan Dolar AS dan imbal hasil Obligasi ini akan memberikan tekanan pada bunga kredit. Sesuatu yang mengancam perolehan laba. Kenaikan suku bunga menunjukkan biaya pinjaman yang lebih tinggi dan meningkatnya valuasi untuk perusahaan, yang membebani saham. Hal ini pada akhirnya akan memberikan ganguan dilantai bursa pula.

Sejak awal April, Indek Dolar AS DXY, yang mengukur Dolar AS terhadap enam rival, naik 3,9%. Sementara itu, indek S&P 500 turun 0,3% dan Indek Nasdaq turun 0,4% dibandingkan periode yang sama, menandai hanya melewati titik tengah untuk kuartal kedua. Indek Dow Jones naik 2,5%.

Kinerja ekuitas dari tahun ke tahun dapat dibilang sudah tercermin dalam harga saat ini, yang tidak bersemangat dalam menunjukkan hasil kwartal pertama mereka yang kuat. Di antara sejumlah faktor yang dapat mempengaruhi laju pertumbuhan laba, penguatan Dolar AS menjadi salah satu faktor penting.

Sementara itu, dalam seminggu terakhir ini imbal hasil Obligasi 10 Tahun naik kembali di atas ambang 3% untuk mencapai tertinggi tujuh tahun. Hal ini juga memberikan dorongan pada penguatan dolar AS dan menyebabkan serangan rasa sakit untuk ekuitas. Indek Dow Jones dan Nasdaq menghadapi kemerosotan harian terbesar mereka dalam tiga minggu secara prosentase. Sementara Indek S&P mencatatkan kinerja harian terburuk mereka sejak awal bulan.

The Federal Reserve akan merilis risalah pertemuan 1-2 Mei. Diperkirakan hasilnya dapat menambah penguatan dolar dan kenaikan imbal hasil Obligasi jika terdengar nada hawkish. Tidak ada konferensi pers untuk rapat bulan Mei, sehingga paparan risalah ini akan menjadi titik yang penting.

Dengan tekanan inflasi saat ini, secara umum suku bunga di AS berada di titik puncak perubahan rezim, ditengah pertumbuhan global yang tampak kurang sinkron. Kondisi ini sudah matang untuk dolar AS bagi kenaikan suku bunga yang lebih tinggi pada paruh kedua tahun 2018. Sementara itu, meningkatnya dolar AS sendri bisa menjadi sebuah tantangan bagi pertumbuhan pendapatan dan valuasi Saham. Hal ini menunjukkan bahwa pengembalian ekuitas masa depan cenderung lebih tenang. (Lukman Hqeem)