Harga minyak naik pada hari Jumat namun tetap membukukan penurunan mingguan tertajam sejak bulan Maret, setelah pencabutan sebagian larangan ekspor bahan bakar Rusia menambah kekhawatiran permintaan akibat hambatan makroekonomi. Kekhawatiran pasar terhadap kesehatan ekonomi global dan permintaan minyak ke depan adalah inti dari aksi jual yang terjadi saat ini.
Pada hari Jumat, Brent di bursa berjangka ditutup naik 51 sen menjadi $84,58 per barel. Harga minyak mentah AS, West Texas Intermediate (WTI) di bursa berjangka ditutup naik 48 sen menjadi $82,79. Selisih harga antara gasoil dan Brent berjangka turun ke level terendah sejak Juli di $23,59 per barel, namun kemudian kembali naik ke $25,84.
Untuk kinerja minggu ini, Brent mencatat penurunan sekitar 11% dan WTI mencatat penurunan lebih dari 8%, di tengah kekhawatiran bahwa suku bunga yang tinggi akan memperlambat pertumbuhan global dan memukul permintaan bahan bakar, bahkan jika pasokan tertekan oleh Arab Saudi dan Rusia, yang mengatakan mereka akan melanjutkan pengurangan pasokan hingga akhir tahun.
Minggu ini merupakan minggu terburuk bagi minyak mentah sejak bulan Maret, harga minyak telah turun $10 per barel pada minggu ini, karena adanya tekanan dari aksi jual obligasi AS yang memperburuk prospek perekonomian pada tahun 2024 dan kemudian kembali mengalami pukulan dari angka EIA minggu ini yang menunjukkan penurunan tajam dalam permintaan bensin di Amerika Serikat. Dengan fokus pada data penggajian non-pertanian AS terkini, kenaikan harga Brent ke tiga digit sudah di luar batas untuk saat ini, di saat ini harga berada pada kisaran $84 per barel.
Sebagaimana dilaporkan bahwa pertumbuhan lapangan kerja AS meroket hingga sebesar 336.000 pada bulan September, jauh melebihi perkiraan para ekonom yang memperkirakan kenaikan sebesar 170.000. Menguatnya perekonomian AS berpotensi meningkatkan permintaan minyak dalam jangka pendek, namun diwaspadai bahwa dengan kondisi perekonomian AS yang lebih kuat, dolar AS cenderung naik dengan berpijak pada potensi peningkatan suku bunga kembali pada tahun 2023.
Sayangnya memang Dolar AS yang kuat biasanya menjadi sentiment negatif terhadap permintaan minyak dalam jangka panjang, membuat komoditas tersebut relatif lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya. Data pekerjaan ini menjaga prospek kenaikan suku bunga lagi dan tentunya mendukung argumen Federal Reserve mengenai perlunya suku bunga tetap lebih tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama.
Rusia mengumumkan telah mencabut larangan ekspor solar untuk pasokan yang dikirim ke pelabuhan melalui pipa. Perusahaan masih harus menjual minimal 50% produksi solarnya ke pasar dalam negeri. Namun laporan aktivitas perjalanan Tiongkok yang lebih kuat untuk saat ini telah memberikan dukungan pada harga. Perjalanan liburan pertengahan musim gugur dan Hari Nasional di negara itu meningkat 71,3% pada tahun ini dan 4,1% dibandingkan tahun 2019 menjadi 826 juta perjalanan, menurut kantor berita Xinhua.
Sebagai indikasi masa depan pasokan AS., jumlah rig minyak yang beroperasi lima buah menjadi 497 minggu ini, angka terendah sejak Februari 2022, menurut data Baker Hughes di hari Jumat. Sementara itu, para manajer keuangan telah memangkas posisi net long pada minyak mentah AS di bursa berjangka dan opsi, dalam minggu hingga 3 Oktober. Sebanyak 5.877 kontrak telah dijual menjadi 279.759, demikian menurut Komisi Perdagangan Berjangka Komoditi (CFTC) AS pada hari Jumat.
Arab Saudi mengumumkan bahwa mereka akan mempertahankan pengurangan produksi sebesar 1 juta barel per hari hingga akhir tahun 2023, dan pengumuman pers yang dikeluarkan minggu ini menandakan Riyadh akan meninjau kembali keputusannya bulan depan dan mungkin memperdalam pengurangan tersebut jika diperlukan.
Momok Peningkatan Permintaan Bahan Bakar Diesel Membayangi AS. Aktivitas bisnis manufaktur di AS perlahan membaik dengan PMI bulan September yang mencapai 49,0, menyebabkan persediaan solar AS yang terkuras berisiko terkuras ketika siklus industri kembali ke pertumbuhan setelah kontraksi selama 11 bulan berturut-turut.