Nada hasil pertemuan FOMC nanti akan bersikap Hawkish

Esandar Arthamas Berjangka merupakan pialang resmi yang terdaftar di BAPPEBTI. Anggota dari Bursa Berjangka Jakarta dan Kliring Berjangka Indonesia.

ESANDAR, Jakarta – Dalam dua hari kedepan, Komisi Pasar Bebeas Federal dari Bank Sentral AS melakukan pertemuan berkala. Dalam pertemuan yang akan diakhiri dengan paparan Gubernur Bank Sentral AS, Jerome Powell kepada media, menjadi pusat perhatian pasar. Pasalnya, mereka ingin mencari kejelasan apakah suku bunga AS benar-benar akan dipotong untuk pertama kalinya dalam satu dekade terakhir ini.

Meski demikian, sebagian pelaku pasat juga lebih melihat pada rencana pertemuan negara-negara industri maju, Kelompok 20 atau G-20 di Osaka, Jepang pada minggu depan. Hal yang dinantikan adalah pertemuan dua kepala negara besar, Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping. Pasar berharap kedua pemimpin ini bisa bertemu guna mencapai kesepakatan dalam konflik perdagangan diantara kedua negara tersebut.

Konflik perdagangan jelas menjadi isu nomor satu saat ini. Ketegangan hubungan dagang AS dan China dianggap bisa berimbas pada pertumbuhan ekonomi global. Hal ini tentu menjadi perhatian bersama semua negara untuk menghindarinya.

Dengan latar belakang demikian, pertemuan Bank Sentral AS saat ini diperkirakan sebagian analis tidak akan menghasilkan keputusan untuk memangkas suku bunga. Pasar meyakini para bankir tersebut ingin melihat sejauh mana kesepakatan yang dicapai dalam pertemuan G20 ini. Peluang untuk menurunkan suku bunga pada bulan ini hanya 24% saja, namun peluang penurunan suku bunga di bulan Juli justru melonjak mencapai 85% .

Pun demikian, Gubernur Bank Sentral AS tetap akan menjadi perhatian untuk mendapatkan sejumlah isyarat dan konfirmasi akan kondisi ekonomi saat ini, termasuk sinyalemen perlambatan ekonomi dan kebijakan tariff impor AS. Powell juga bisa memberikan gambaran tentang wacana pengembalian kebijakan stimulus moneter dari The FED.

Pasar menilai beberapa kebijakan stimulus fiskal dari The Fed dalam waktu dekat telah dinilai ke dalam aset A.S., menghasilkan tekanan terhadap premi risiko dari obligasi korporasi ke ekuitas. Sebagaimana kebijakan stimulus yang longgar oleh Bank Sentral Eropa. Besarnya imbal hasil Obligasi AS untuk tenor 10 tahun sempat menyentuh 2,017% pada hari Selasa, yang merupakan titik terendah sejak September 2017.

Pada perdagangan hari Selasa (18/06/2019) bursa saham global mengalami penguatan setelah Presiden Bank Sentral Eropa Mario Draghi mengatakan tentang usahanya dalam meningkatkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi di kawasan euro. Pun demikian, ada tanda-tanda koreksi pasar yang bersumber dari sejumlah kebijakan perdagangan Donald Trump.

Perusahaan-perusahaan di AS mengambil pandangan yang lebih pesimistis pada hal-hal seperti pengeluaran modal dan perekrutan. Terkait rencana untuk mengenakan tariff baru ke China, mereka melihat adanya risiko yang muncul dan bisa berdampak pada bisnis. Hal ini dikhawatirkan bisa mengancam pertumbuhan AS.

Dugaan bahwa pemangkasan suku bunga AS tidak akan dilakukan hingga pertemuan perdagangan AS dan China yang akan datang. Pasar akan memilih posisi menunggu dan melihat sampai setelah pertemuan G20. Mengingat tingkat dana fed saat ini, tidak ada banyak amunisi untuk mereka gunakan jika pembicaraan perdagangan AS-China meledak.

Pendek kata, kembalinya Donald Trump pada kebijakan perdagangan sejenis yang pernah dipergunakan pada era Presiden Ronald Reagan, yang gagal dalam upaya mengurangi defisit perdagangan melawan Jepang pada dekade 1980 an cenderung menyulitkan kebijakan Bank Sentral global dalam beberapa waktu.

Baik konflik perang dagang dan kenaikan suku bunga, keduanya akan memberikan pangkasan pendapatan pasar. Kondisi semakin sulit ketika hanya ada sedikit tekanan pada China untuk bernegosiasi jika ekonomi yang mendasari mereka kuat dan juga pasarnya baik. (Lukman Hqeem)