ESANDAR – Pertumbuhan ekonomi Jepang kemungkinan melambat pada kwartal terakhir, Oktober-Desember setelah pulih dari resesi pascaperang terburuk pada awal tahun 2020, demikian hasil sebuah jajak pendapat dari Reuters menunjukkan. Ini menjadi sebuah tanda dimana sektor rumah tangga dan perusahaan belum pulih dari pandemi virus korona.
Keadaan darurat yang diberlakukan pada bulan Januari telah menimbulkan rasa sakit lebih lanjut pada daya konsumsi, hal ini memicu kekhawatiran terjadinya kemerosotan ekonomi lainnya yang dapat mendorong Jepang kembali ke mode deflasi.
Analis yang disurvei oleh Reuters memperkirakan ekonomi telah menandai ekspansi kuartal ke kuartal sebesar 2,3% pada Oktober-Desember, karena peningkatan ekspor membuat beberapa kelemahan dalam konsumsi. Namun, itu akan jauh lebih lambat dari lonjakan 5,3% pada kuartal ketiga, ketika pencabutan keadaan darurat sebelumnya membantu ekonomi keluar dari kemerosotan terburuk pasca perang pada kuartal April-Juni.
Bagaimanapun juga daya konsumsi, terutama belanja atas sektor jasa, akan terus menurun sementara pembatasan berlaku pada kegiatan ekonomi. Pada akhirnya, penurunan konsumsi Januari-Maret tidak bisa dihindari.
Menggarisbawahi dampak pandemi pada ekonomi yang rapuh, perkiraan bank sentral pada Januari menunjukkan ekonomi kemungkinan menyusut 5,6% pada tahun yang berakhir Maret. Data produk domestik bruto (PDB) Jepang Oktober-Desember, kemungkinan akan menyoroti tantangan yang dihadapi pembuat kebijakan dalam mendukung ekonomi sambil mencegah penyebaran virus.
Secara tahunan, ekonomi kemungkinan tumbuh 9,5% pada Oktober-Desember setelah kenaikan 22,9% pada kuartal sebelumnya, jajak pendapat menunjukkan. Bahkan jika ekonomi rebound pada perkiraan kecepatan pada kuartal terakhir tahun lalu, itu akan tetap di sekitar 80% level sebelum pandemi melanda pada Maret, kata para analis.
Konsumsi swasta, yang menyumbang lebih dari setengah ekonomi, kemungkinan naik hanya 1,8% pada Oktober-Desember setelah kenaikan 5,1% pada kuartal sebelumnya, jajak pendapat menunjukkan. Belanja modal diproyeksikan naik 2,6%, yang merupakan kenaikan pertama sejak Januari-Maret tahun lalu.
Permintaan eksternal – atau ekspor dikurangi impor – kemungkinan menyumbang 1,0 poin persentase ke pertumbuhan PDB Oktober-Desember, menurut jajak pendapat tersebut. Permintaan luar negeri yang kembali cepat mendukung ekspor, sementara permintaan domestik mendapat dorongan dari langkah-langkah stimulus pemerintah, meski prospeknya masih tetap tidak pasti.