ESANDAR, Jakarta – Dolar AS telah membuat awal yang buruk pada minggu ini karena kurangnya data ekonomi penting dan volume perdagangan yang lebih ringan menjelang liburan Thanksgiving AS pada hari Kamis besok. Indek Dolar AS tergelincir 0,12% ke level 93,86.
Pada perdagangan hari Selasa (21/11/2017) Dolar AS mengalami depresiasi. Meski dibantu dengan terbitnya data ekonomi AS yang menunjukkan sektor perumahan mengalami kenaikan, namun kekhawatiran pasar atas pertumbuhan jangka panjang AS lebih membebani pasar. Departemen Perdagangan AS melaporkan bahwa penjualan rumah yang ada pada bulan Oktober meningkat 2% dari September sebesar 548 juta unit. Angka ini lebih tinggi dibandingkan perkiraan yang akan naik hanya sebesar 0,7% atau sebanyak 542 juta rumah.
Disisi lain, potensi penguatan Dolar AS akan membatasi kenaikan sejumlah mata uang lainnya. Meski demikian, pasar telah mempertimbangkan hal ini. Bagi pelaku pasar, hal yang penting bagi dolar AS bukanlah waktu kenaikan suku bunga berikutnya, namun seberapa jauh the Fed akan mengencangkan kebijakan moneternya dimana depan.
Dalam perdagangan EURUSD, euro mengurangi sedikit pelemahannya terhadap dolar AS. Pasar mencoba untuk mengabaikan kekhawatiran mengenai ketidakpastian geopolitik zona euro yang terjadi menyusul kegagalan Kanselir Jerman Angela Merkel untuk membentuk pemerintah baru di negara itu.
Pelaku pasar menanti dengan was-was hasil ringkasan pertemuan FOMC yang akan dijabarkan nanti malam. Pasar ingin mengetahui secara detail atau rinci apakah memang benar kalkulasi kenaikan suku bunga akan terjadwal ataukah secara acak. Seperti kita ketahui bahwa suku bunga The Fed akan terjadwal kenaikannya menurut beberapa pejabat The Fed termasuk ketuanya Janet Yellen, dimana akan terjadi kenaikan tiga kali lagi di tahun depan dan sekali di akhir tahun ini.
Tampaknya hal ini belum cukup memuaskan dahaga investor. Mereka ingin kenaikan yang lebih besar. Namun tampaknya hal ini tidak akan terjadi karena The Fed sendiri belum terlalu yakin terhadap kenaikan inflasi inti meski tingkat penganggurannya rendah dan laju daya beli konsumen masih tinggi.
Riuhnya politik di Jerman sudah mulai berkurang gaungnya ke pasar Asia karena pasar Asia lebih kuatir dengan kondisi ekonomi Australia yang menurut hasil penjelasan rapat suku bunga Bank Sentral Australia (RBA) kemarin, bahwa suku bunganya memang harus tidak dirubah.
RBA sendiri kuatir dengan terus menguatnya mata uangnya di saat pengangguran rendah namun pertumbuhan upah kurang begitu membantu ekonomi yang berkelanjutan. RBA juga kuatir dengan pertumbuhan konsumsi Australia yang rendah di saat ekspornya membaik, sehingga bank sentral Australia ini cenderung menahan diri dalam menyikapi suku bunga global yang mulai menunjukkan tren akan kenaikannya.
Sejauh ini pergerakan Dolar AS masih cukup membingungkan bagi sebagian investor. Pertimbangannya beberapa kebijakan fiskal AS tengah menghadapi masa depan kelam. Rencana reformasi perpajakan AS menghadapi simpang jalan antara diteruskan ataukah akan mendapatkan jalan yang tidak diteruskan. Belum jelasnya masalah reformasi fiskal ini tentu bukan cerita manis bagi mata uang AS tersebut, sehingga sangat terlihat pergerakan greenback juga tidak terlalu besar hingga saat ini.
Reformasi fiskal tersebut seperti reformasi pajak serta masa depan perjanjian perdagangan kawasan NAFTA yang mengikutsertakan AS-Kanada-Meksiko. Apalagi besok pasar keuangan AS libur merayakan Thanksgiving, sebuah libur penting bagi sisi daya beli konsumen AS sebelum musim belanja akhir tahun. Perjanjian NAFTA yang baru kemungkinan besar akan selesai hari ini, sehingga terlihat sekali dolar AS sedang bimbang pergerakannya. Reformasi pajak juga belum ada kepastiannya, menambah tekanannya dari yen kepada greenback sejenak.
Dolar Terdepresiasi, EURO Berpeluang Naik
Seperti kita ketahui kenaikan suku bunga acuan bank sentral AS biasanya akan menguntungkan dolar karena semakin banyak orang-orang berduyun-duyun mengoleksi dolar sebagai bentuk mencari imbal hasil yang lebih tinggi. Disisi lain, Bank Sentral Eropa juga menunjukkan itikat untuk mengurangi kebijakan kuantitatifnya. Langkah ini sebelumnya menjadi beban bagi Euro untuk bisa menguat
Sepanjang 2017 ini, euro hampir naik 11,5% terhadap dolar AS. Meski telah naik, Euro masih dianggap cukup murah. Pasalnya pertumbuhan ekonomi Zona Euro masih menjanjikan. Bila dilihat kebelakang, penguatan Euro terjadi oleh sentiment dalam negeri. Membaiknya perekonomian kawasan ini akan member dukungan kenaikan lebih tinggi.
Euro mata uang yang paling menguntungkan dengan latar belakang pertumbuhan Eropa yang solid, inflasi inti yang rendah dengan rasa peningkatan yang lembut serta kondisi keuangan yang mapan sehingga memudahkan pembuat kebijakan melakukan langkah penormalan kegiatan ekonomi lebih lanjut di 2018 nanti tanpa ketakutan akan runtuhnya kegiatan ekonomi kawasan benua biru tersebut.
Pada perdagangan lainnya, Poundsterling atas Dolar AS menunjukkan pergerakan yang tipis. Meski naik 0,05% di $1,3240 namun kekhawatiran akan imbas masalah Brexit masih membayangi penguatan Poundsterling. Para pialang terus memantau perkembangan terkini negosiasi Inggris dengan Uni Eropa ini.
Mata Uang Asia Beri Perlawanan Pada Dolar AS
Dipasar Asia Pasifik secara umum dolar AS kali ini sedikit mengalami tekanan tipis-tipis dari mata uang utama Asia kecuali kepada dolar Australia dimana pasar keuangan dunia sedang menantikan masa depan suku bunga AS jelang Fed minutes nanti malam.
Sebelumnya, pada perdagangan USDJPY, Dolar AS mengalami penurunan. Dolar AS yang menguat membuat nilai tukar USD sebesar ¥112,43 atau 0,15% atas Yen Jepang. Penguatan tipis Yen membuat perdagangan saat ini dikisaran ¥112,21.
Untuk AUD/USD untuk sementara berada di level 0,7566 dibanding penutupan perdagangan sebelumnya berada di level 0,7578. Yuan atau USD/CNY untuk sementara bergerak di level 6,6178 setelah tadi pagi ditutup di level 6,6268.
Dari belahan di Amerika Utara dikabarkan bahwa perdagangan USDCAD jatuh 0,35% menjadi C$1,2775 karena naiknya kembali harga minyak mendukung penguatan dolar Kanada yang peka terhadap harga minyak. (Lukman Hqeem)