ESANDAR, Jakarta – Harga Emas mengakhiri perdagangan dibulan Oktober ini dengan mencatat penurunan harga sebesar 1,1%. Pada perdagangan akhir bulan, harga emas berakhir turun tertekan oleh menguatnya kembali Dolar AS. Untuk kontrak pengiriman bulan Desember, harga emas berjangka turun $7.20, atau 0.6%, ke harga $1,270.50 per ons.
Menguatnya Dolar AS didorong data ekonomi AS yang secara nyata menunjukkan peningkatan Indek Kepercayaan Konsumen pada posisi tertinggi dalam 17 bulan terakhir ini. Para investor juga terus memperhatikan perkembangan rencana reformasi perpajakan AS. Pasar juga menunggu dengan harap pernyataan Presiden Donald Trump pada minggu ini mengenai siapa yang akan ditunjukknya menjadi pimpinan The Federal Reserve.
Isu terbesar yang akan menggerakkan harga emas dalam minggu ini adalah pengumuman siapa yang akan memimpin The Federal Reserve. Kandidat terkuat saat ini adalah Gubernur Bank Sentral AS Jerome Powell. Jika Powell yang akan menggantikan Janet Yellen, banyak pihak meyakini tidak akan ada guncangan berarti dari suksesi ini. Powell dianggap sejalan dengan pemikiran Yellen, termasuk masalah kenaikan suku bunga yang cenderung moderat. Hal ini akan memberikan dorongan bagi harga emas untuk naik.
Ekonom dari Universitas Stanford John Taylor disisi lain yang juga merupakan kandidat utama, merupakan sosok yang condong melakukan kenaikan suku bunga secara agresif. Tentu saja jika Taylor yang memimpin The Federal Reserve, akan menjadi sentiment negatif bagi harga emas, namun positif bagi Dolar AS. Sayangnya juga akan menimbulkan ketidakpastian ekonomi disisi lain.
Saat ini, pergerakan harga emas nampaknya akan terhubung dengan pergerakan Dolar AS. Indek Dolar AS naik pada perdagangan hari Selasa dan mencatat kinerja bulan ini dengan naik 1,6%. Indek Dolar saat ini mendekati posisi tertinggi dalam tiga bulan terakhir ini.
Isyarat kuat kenaikan lebih lanjut, akan terkonfirmasi dari kelanjutan janji Presiden Donald Trump terkait reformasi perpajakan AS. Meski pemangkasan dilakukan, namun nampaknya tidak akan berlaku sepenuhnya hingga tahun 2022 nanti. Pemangkasan pajak akan dilakukan secara bertahap, dimana hal ini dianggap akan membebani saham dan dolar pula. Pun demikian, ada kabar yang menyatakan bahwa pentahapan ini tidak memasukkan rencana Trump. (Lukman Hqeem).