ESANDAR, Jakarta – Bursa Saham Asia Pasifik, termasuk Hong Kong bergerak terpisah dengan pergerakan utama. Sejumlah bursa saham global memerah, namun tidak di Asia. Faktor lokal menjadi kekuatan bursa saat ini.
Sebelumnya, bursa saham AS memang menguat pada perdagangan hari Selasa. Terjadi setelah bursa saham Asia dan Eropa memerah. Kisaran Kisaran perdagangan S&P 500, yang kembali berada di dalam level pergerakan indeks pada hari Senin, mengindikasikan kehati-hatian secara keseluruhan di antara para investor.
Indeks Hang Seng Hong Kong dan Kospi Korea Selatan naik lebih dari 0,5% pada Rabu. Kenaikan KOSPI dibantu oleh lompatan 2,9% saham Samsung Electronics. Itu mencatatkan keuntungan raksasa elektronik tersebut untuk minggu ini sebesar 9,4%, yang menghapus sebagian besar penurunan bulan ini. Sementara saham unggulan di Hong Kong, Tencent Holdings naik 5% minggu ini, hampir mengurangi separuh penurunan di bulan Februari.
Sayangnya, indek saham Jepang menurun. Penurunan disebabkan oleh rally Yen. Indek Nikkei turun 1,2% karena penguatan Yen. Dalam perdagangan JPYUSD, turun ke level terendah 15 bulan di ¥ 106,85. Ini diperdagangkan sekitar ¥ 108,30 pada akhir perdagangan saham pada hari Selasa.
Sikap hati-hati pelaku pasar nampak di tengah volatilitas saham, kemungkinan akan membawa investor kepada mata uang safe haven, Yen diperkirakan masih akan menguat, terlebih dengan beberapa pejabat Bank of Japan yang akan mengakhiri masa jabatan mereka dalam dua bulan ke depan.
Penguatan yen terjadi karena Jepang mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi kuartal keempat melambat, sejumlah analis kecewa dengan ekspektasi ini. Namun, ekonomi Jepang telah tumbuh selama delapan kuartal berturut-turut, ini merupakan rekor terpanjang dalam 28 tahun.
Perdagangan di wilayah ini akan melambat saat liburan Tahun Baru Imlek mendekat. Pasar saham Taiwan tutup kemarin, dan yang lainnya di Asia hanya akan melihat setengah hari perdagangan pada hari Kamis sebelum ditutup pada hari Jumat.
Data inflasi konsumen A.S. akan dirilis Rabu nanti. Kekhawatiran inflasi telah mendorong imbal hasil obligasi global semakin tinggi. Hasil pada catatan Treasury AS 10 tahun terakhir baru-baru ini mencapai 2,81% berbanding 2,837% pada akhir perdagangan New York. (Lukman Hqeem)