Jatuhnya harga minyak mentah dunia, menyeret jatuh bursa saham global pada perdagangan Jumat (09/11) (Foto Istimewa).

Esandar Arthamas Berjangka merupakan pialang resmi yang terdaftar di BAPPEBTI. Anggota dari Bursa Berjangka Jakarta dan Kliring Berjangka Indonesia.

ESANDAR, Jakarta – Bursa saham AS berakhir akhir pekan lalu, Jumat (09/11) turun. Menghentikan reli selama empat sesi perdagangan sebelumnya, setelah aksi jual mendorong harga minyak turun. Indikator ekonomi AS menunjukkan kondisi yang lebih panas dari perkiraan pada harga produsen, menimbulkan kegelisahan tentang kebangkitan pasar perumahan.


Indeks Dow Jones turun 201,92 poin, atau 0,8%, pada 25,989.30, dan indeks S&P 500 turun 25,82 poin, atau 0,9%, pada 2.781,01, sementara Indek Nasdaq turun 123,98 poin, atau 1,7%, pada 7.406,90. Ketiga indek ini pulih dari posisi terendah, karena Dow Jones telah turun sebanyak 1,2%, Indek S&P terendah 1,5%, dan Indek Nasdaq turun sebanyak 2,4% dalam tengah sesi perdagangan. Namun, untuk minggu ini, ketiga indek ini telah membukukan keuntungan. Dow mencatat kenaikan 2,8%, S & P 500 kembali 2,1% selama lima sesi terakhir, sementara Nasdaq naik 0,7%.


Komisi Pasar Terbuka Federal (FOMC) dalam publikasi hasil pertemuan dua harinya, menetapkan untuk tidak mengubah suku bunga. Hal yang sudah diantisipasi para investor di Wall Street. Namun, investor akan terus bergelut dengan harapan pembuat kebijakan untuk menormalkan suku bunga setelah satu dekade kebijakan uang mudah.


Gubernur Bank Sentral AS Jerome Powell menyatakan bahwa The Fed mempertahankan suku bunga acuan pada kisaran antara 2% dan 2,25%, dan mengatakan bahwa bank sentral “mengharapkan peningkatan bertahap lebih lanjut dalam kisaran target untuk tingkat dana federal.”


Satu petunjuk untuk perilaku masa depan Fed adalah pembacaan indeks harga produsen yang dirilis Jumat pagi, yang menunjukkan harga input naik lebih cepat dari perkiraan ekonom, menunjukkan risiko kenaikan inflasi, dan respon agresif Fed untuk mengekangnya, bisa menunggu investor di bulan mendatang.


Selain itu, penurunan harga minyak yang tak henti-hentinya telah menimbulkan pertanyaan tentang kesehatan ekonomi global secara umum, dan ekonomi Cina pada khususnya. Sebagaimana data ekonomi China terkini, bahwa penjualan mobil di China turun 12% pada bulan Oktober menjadi 2,38 juta, dari tahun lalu, dan pembuat kebijakan China mengumumkan aturan pinjaman bank baru dalam upaya untuk mengelola kekhawatiran tentang pasar ekuitas dan perlambatan ekonomi.

Harga minyak mentah AS memasuki wilayah tren penurunannya sejak Kamis setelah terkorkesi 20% dari posisi puncaknya baru-baru ini. Penurunan ini mengundang pertanyaan tentang kesehatan permintaan dan vitalitas ekonomi di seluruh dunia.

Dibandingkan dengan komoditas utama lainnya, minyak mentah sering digunakan sebagai alat ukur tingkat vitalitas dunia.
Kondisi pasar minyak mentah yang bearish bisa menakutkan investor. Harga Minyak yang turun bisa menjadi tanda bahwa ekonomi global berada dalam posisi yang sulit. Meskipun awalnya, penurunan harga minyak mentah akan menjadi anugerah bagi kelas menengah.

Rakyat AS tidak memiliki lebih banyak ruang kenaikan harga bahan bakar karena bagian sebagian kecil dari anggaran konsumen telah pergi sejak masa lalu. Itu adalah realitas baru yang harus diperhitungkan. Jika ini adalah pengulangan dari jatuhnya harga minyak pada 2015 dan 2016, tentu bisa memiliki dampak yang berarti pada investasi dan pendapatan AS.


Bagi para investor, letika musim laporan penghasilan berakhir, isu-isu ekonomi makro akan kembali mendominasi pemikiran investor untuk sisa tahun ini. Sementara terkait dengan hasil pemilu sela, pasar hanya bereaksi secara spontan saja.

Pelaku pasar kini lebih memperhatikan sejumlah isu seperti masalah anggaran Italia-Uni Eropa, perlambatan pertumbuhan global, dan meningkatnya ketegangan perdagangan AS-Cina yang belum teratasi. Sejumlah sentiment tersebut dapat membayangi pasar selama berbulan-bulan mendatang.


Data ekonomi AS terkini menunjukkan bahwa Indeks harga produsen untuk bulan Oktober naik 0,6%, versus perkiraan konsensus 0,2%. Ini tidak termasuk harga makanan dan energi yang mudah menguap, harga produsen meningkat 0,5%. Sementara indeks sentimen konsumen dari Universitas Michigan turun tipis menjadi 98,3 pada November dari 98,6 pada Oktober, sejalan dengan ekspektasi para ekonom.


Pada perdagangan di bursa saham Asia berakhir turun. Setelah Federal Reserve AS mempertahankan suku bunga, dimana bursa Hong Kong turun. Investor mengawasi dengan seksama ketegangan perdagangan AS- China yang terus membebani pasar. Direncanakan baik Washington dan Beijing akan bertemu pada KTT G20 untuk melakukan pembicaraan dagang.

Bursa saham Tokyo juga harus kehilangan lebih dari 1,0%. Ini dikarenakan investor mengunci laba setelah rally hari sebelumnya. Indeks Nikkei 225 turun, namun dalam seminggu, naik tipis 0,03% dalam perdagangan yang berfluktuasi.

Sentimen investor terpukul oleh kinerja lesu di pasar saham China. Tanpa insentif data ekonomi di pasar Tokyo, indeks Nikkei dipengaruhi kelemahan di pasar saham Asia lainnya. Investor belum ingin melangkah mengambil risiko lebih jauh sebelum sampai pada puncak laporan pendapatan emiten.


Indeks saham Kospi Korea Selatan dan won merosot. Terpicu oleh rilis kebijakan Federal Reserve AS yang tetap di jalur kenaikan suku bunga untuk menjaga pengetatan biaya pinjaman secara bertahap. Yield Obligasi Korea Selatan pun turun. Indeks KOSPI ditutup turun, dimana dalam sepekan turun 0,5 %.

Presiden Korea Selatan, Moon Jae-in, memecat kedua pejabat kebijakan ekonomi utamanya dan menggantinya dengan orang-orang yang sudah ada di pemerintahan. Ini menjadi sebuah langkah yang secara luas dilihat sebagai upaya memperkuat kebijakan kontroversialnya, dimana para ekonom menilai bisa melukai pertumbuhan. (Lukman Hqeem)