Harga minyak mentah naik pada perdagangan di bursa berjangka saat sesi Asia di hari Selasa (20/12/2022), didukung oleh pelemahan dolar AS dan rencana AS untuk mengisi kembali cadangan strategis minyak mereka. Namun demikian, kenaikan ini dibatasi oleh ketidakpastian atas dampak meningkatnya kasus COVID-19 di China selaku importir minyak utama dunia. Harga minyak mentah Brent naik 0,8% ke $80,41 per barel, sementara minyak mentah AS, West Texas Intermediate (WTI) naik 1,1% menjadi $75,98.
Diperkirakan bahwa kenaikan harga masih berpeluang terjadi kembali karena pasar fisik akan semakin ketat menyusul kendala pasokan dan permintaan global yang lebih kuat, setidaknya harga minyak mentah dapat ke harga $90-$115 per barel di kuartal mendatang. Namun tanda-tanda yang jelas dari peningkatan permintaan tetap diperlukan agar harga naik lebih jauh.
Prospek permintaan minyak akan menjadi kunci seberapa tinggi harga minyak mentah bisa naik. Kejelasan tentang hal itu bisa sulit dipahami mengingat sinyal beragam pada pembukaan kembali ekonomi China. Penguatan harga minyak mentah, meskipun moderat, terasa tentatif. Ada potensi tekanan ke bawah dari kekhawatiran ekonomi global akan terjadi.
Sementara itu, pasar Saham dan obligasi global jatuh pada hari Selasa karena perubahan kebijakan yang mengejutkan oleh bank sentral Jepang yang mengguncang investor yang sudah khawatir tentang dampak ekonomi dari kenaikan suku bunga dan mengangkat imbal hasil obligasi domestik ke level tertinggi tujuh tahun. Pasar saham Eropa mencapai posisi terendah enam minggu, dimana indek DAX Jerman turun sebanyak 1%, sementara FTSE 100 London hilang sebanyak 0,8%.
Imbal hasil obligasi pemerintah 10 tahun Jepang muncul ke level tertinggi sejak 2014, diikuti dengan imbal hasil zona euro. Imbal hasil naik ketika harga obligasi turun, menyusul keputusan BOJ yang mendorong yen ke posisi terendah tiga dekade terhadap dolar AS di tahun ini mungkin mulai berbalik.
Meskipun masih ada celah yang lebar, petunjuk bahwa BOJ bergerak secara bertahap menjauh dari kebijakan ultra-longgar akan membuat yen positif dalam waktu dekat. BOJ terus membeli obligasi pemerintah senilai miliaran dolar untuk mempertahankan suku bunga rendah jangka panjang, meskipun terjadi kenaikan inflasi, baik di dalam maupun luar negeri.
Imbal hasil bergerak dalam kisaran yang lebih luas dapat menarik uang segar kembali ke Jepang dan mendorong yen. Keputusan kebijakan menyebabkan lonjakan langsung yen dengan indeks dolar turun 0,80% menjadi 103,95, level terendah enam bulan. Hal ini membuat mata uang lain terketuk dari kenaikan baru-baru ini dimana euro dan pound jatuh lebih dari 3,5% terhadap yen.
Pada gilirannya, indeks acuan Nikkei 225 merosot 2,71% setelah diperdagangkan di wilayah positif pada hari sebelumnya, sementara bursa saham berjangka AS turun antara 0,1-0,2%, menunjukkan awal perdagangan yang sedikit lebih lemah nanti.
Sementara itu, pembukaan kembali China ke seluruh dunia dari hampir tiga tahun penguncian COVID tetap menjadi titik fokus bagi investor. Credit Suisse meningkatkan prospeknya dari netral menjadi mengungguli pasar saham China di tahun depan. Narasi tentang China telah berubah, itu berubah dari nol COVID yang menempatkan ekonomi di bawah tekanan dan sekarang ada niat untuk bergerak menuju pembukaan kembali,” Suresh Tantia, ahli strategi investasi senior Credit Suisse. “Dan saat itu terjadi, kita akan melihat pemulihan ekonomi dan pasar China”, pungkasnya.