ESANDAR, Jakarta – Pada penutupan perdagangan minggu lalu, harga emas berakhir turun 0.34% di harga $1.348,45. Meski menurun, harga emas mampu membukukan catatan perdagangan sepekan dalam posisi naik, bahkan yang terbesar dalam satu tahun ini, sejak 29 April 2016.
Kenaikan harga emas, banyak dipicu oleh pelemahan Dolar AS dalam sepekan terakhir. Indek Dolar AS memang turun ke 88,26. Ini merupakan posisi terendah dalam tiga tahun pada hari Kamis tengah minggu kemarin. Dolar AS berhasil menguat kembali sebesar 0,55% ke 89,06 pada akhir hari Jumat, sehingga memberikan dampak koreksi bagi harga emas. Meski demikian, catatan kinerja mingguan masih merugi.
Harga Emas dan dolar lazimnya bergerak berlawanan, jika dolar turun maka emas akan naik karena harga emas berdenominasi mata uang AS dan menjadi lebih menarik bagi para investor yang menggunakan mata uang yang lebih kuat dari dolar AS.
Disisi lain, kondisi pasar saham setelah masa turbulensi pada pekan sebelumnya, berhasil menguat kembali pada minggu lalu. Meski demikian, jika volatilitas kembali tinggi, selera para investor untuk memborong emas akan kembali meningkat kembali.
Pada pekan lalu harga emas mendapat dorongan kuat setelah data inflasi konsumen yang meningkat di bulan Januari mendorong ekspektasi pasar terhadap kenaikan empat tingkat suku bunga tahun ini oleh Federal Reserve, satu tingkat lebih banyak dari perkiraan bank sentral tersebut.
Namun di saat yang sama data penjualan ritel yang lebih rendah pada periode Januari mungkin mengindikasikan potensi stagflasi di dalam ekonomi AS dan ini membuat para pelaku pasar khawatir sehingga mereka bergegas memborong emas.
Inflasi yang meningkat, ditambah dengan pembacaan pertumbuhan AS yang sedikit lebih lemah dan dolar AS yang masih berjuang menahan tekanan, dapat terus memberikan dukungan kepada emas, demikian menurut para analis INTL FCStone dalam sebuah catatan risetnya.
Sementara itu, kenaikan imbal hasil obligasi, secara teori, akan mengurangi selera para investor terhadap emas karena logam mulia ini tidak memberikan imbal. Namun, di sisi berbeda, percepatan inflasi juga bisa memberi dorongan kepada logam mulia tersebut karena sering dipandang sebagai lindung nilai terhadap inflasi. (Lukman Hqeem)