ESANDAR – Harga emas mengembalikan sejumlah keuntungan yang diperolehnya pada sesi perdagangan Asia di hari Senin (16/06/2025) setelah naik mendekati rekor baru. Harga emas berjangka turun 0,5% pada $3.433,90 per troy ons, setelah dibuka mendekati level tertinggi sepanjang masa di $3.509,90/ons.
Harga emas menguat pada hari Jumat karena meningkatnya ketegangan di Timur Tengah. Hal ini memicu permintaan aset safe haven khususnya emas. Kedua negara saling serang dengan rentetan rudal dan pesawat nirawak selama akhir pekan, dengan permusuhan yang mendorong kenaikan harga energi karena ancaman terhadap infrastruktur energi dan transportasi di kawasan tersebut.
Harga emas ditutup pada hari Jumat dengan kenaikan 1,4 % setelah Israel melancarkan serangan terhadap fasilitas nuklir Iran, diikuti oleh serangan balasan pesawat nirawak Iran. Kedua negara terus melakukan serangan udara satu sama lain selama akhir pekan. Lonjakan terjadi setelah harga emas mengalami kenaikan selama dua hari beruntun menyusul inflasi AS yang lemah dan data pekerjaan memicu keyakinan pasar bahwa Federal Reserve akan memangkas suku bunga akhir tahun ini. Suku bunga yang lebih rendah cenderung menguntungkan emas batangan karena tidak memberikan bunga apa pun.
Ada keyakinan bahwa jika konflik antara Israel dan Iran ini meningkat dalam beberapa hari mendatang, harga emas kemungkinan akan mencapai titik tertinggi baru. Bagaimanapun juga, meningkatnya risiko geopolitik secara tiba-tiba telah menambah lebih banyak dorongan pada reli yang terutama didorong oleh ancaman terhadap pertumbuhan ekonomi global dari agenda tarif agresif Presiden Donald Trump.
Harga emas yang sangat dekat dengan rekor tertingginya berpeluang mencetak rekor baru, mengingat situasi geopolitik, dimana potensi eskalasi lebih lanjut akan mendorongnya harga lebih tinggi. Emas telah berkinerja sangat baik sebagai aset aman baru-baru ini, dan tampaknya banyak investor memindahkan dana dari obligasi AS ke logam mulia dalam jangka panjang. Sepanjang tahun 2025 saja, harga emas telah naik lebih dari 30% ditengah upaya sejumlah bank sentral melakukan diversifikasi asset dari dollar. Hal ini turut mendorong kenaikan harga secara signifikan.