Risalah FOMC yang bernada hawkish, mendorong bursa saham ke area merah. (Lukman Hqeem/ foto : istimewa).

Esandar Arthamas Berjangka merupakan pialang resmi yang terdaftar di BAPPEBTI. Anggota dari Bursa Berjangka Jakarta dan Kliring Berjangka Indonesia.

Situasi inflasi di Amerika Serikat yang memburuk dan adanya kekhawatiran tentang hilangnya kepercayaan pada kekuatan Federal Reserve selaku bank sentral, telah mendorong para eksekutif di bank sentral untuk melakukan kebijakan yang tegas lewat kenaikan suku bunga. Dalam pertemuan pada 14-15 Juni  kemarin, mereka melakukan langkah besar dengan menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin dan kembali menyatakan akan bertindak lebih besar lagi untuk mengendalikan harga.

Data ekonomi yang dirilis sebelum pertemuan tersebut itu menunjukkan laju inflasi konsumen di bulan Mei telah meningkat ke tingkat ke angka 8,6%. Tentu saja ini semakin menentang harapan The Fed, yang sebelumnya diyakini bahwa laju kenaikan harga akan mencapai puncaknya di musim semi.

Akhirnya, anggota komis bersepakat, bahwa prospek inflasi jangka pendek telah memburuk sejak pertemuan Mei tersebut. Dalam risalah menyatakan, bahwa mereka membenarkan kenaikan suku bunga 0,75 % di bulan lalu sebagai bagian dari langkah ke kebijakan moneter yang “restriktif”.

Warga AS dapat dikatakan saat ini dalam kondisi tertekan oleh kenaikan harga makanan dan gas, dan tidak ada bukti bahwa tindakan Fed sampai saat ini dapat menahan lonjakan inflasi, yang tercatat sebagai yang tercepat dalam 40 tahun. Bahkan sejumlah anggota dalam komisi tersebut, sebagaimana ditulis dalam risalah ini menilai adanya risiko yang signifikan dari inflasi. Mereka bahkan mulai mempertanyakan keputusan FOMC untuk melakukan kebijakan sesuai dengan hal yang diperlukan.

Sebagaimana kita ketahui, bahwa FOMC akhirnya menaikkan suku bunga 0,75 % untuk pertama kalinya dalam sejarah Amerika Serikat sejak tahun 1994. Mereka bahkan berjanji akan lebih banyak lagi menaikkan suku bunga dimasa yang akan datang. Anggita FOMC menilai bahwa kenaikan 50 – 75 basis poin dalam suku bunga acuan semalam kemungkinan akan diambil pada pertemuan kebijakan akhir bulan Juli ini.

FOMC dengan suara bulat memutuskan kenaikan suku bunga yang agresif tersebut. Mereka bahkan menghapus garis patahan yang khas soal inflasi antara kelompok yang pro “hawks” dan “doves,” dengan bersedia untuk menaikkan suku bunga setinggi yang diperlukan untuk membawa inflasi ke target FED sebesar 2%, dan berusaha meyakinkan publik itu siap untuk melakukannya.

Para anggota FOMC bersepakat bahwa prospek ekonomi menjamin perpindahan ke sikap kebijakan yang “restriktif”, dan mereka mengakui kemungkinan bahwa sikap yang lebih ketat dapat tepat jika tekanan inflasi yang tinggi terus berlanjut. Senada dengan risalah ini adalah pernyataan Ketua Jerome Powell yang mengiringi akhir pertemuan tersebut, bahwa “waktu terus berjalan” di The Fed untuk menunjukkan bahwa mereka dapat menjinakkan harga sebelum psikologi publik mulai berubah menjadi lebih buruk.

Ada kekhawatiran yang muncul dalam pertemuan tersebut bahwa perubahan seperti itu sudah terjadi, dimana “banyak peserta” yang khawatir bahwa “ekspektasi inflasi jangka panjang bisa mulai melayang.” Risalah tersebut tidak menyebutkan risiko resesi secara langsung, dan faktanya pejabat Fed mengatakan mereka pikir sebagaimana data ekonomi AS menunjukkan bahwa angka produk domestik bruto (PDB) telah “berkembang pada kuartal saat ini,” dengan pasar kerja yang masih ketat. Namun demikian, mereka juga mengakui ada risiko bahwa segala sesuatunya dapat meluncur, dan khususnya bahwa kebijakan Fed dapat memiliki dampak yang lebih besar dari yang diantisipasi.

Patut digaris bawahi bahwa kekhawatiran soal resesi dalam ekonomi AS mungkin sudah terjadi. Sebagaimana terlihat baru-baru ini dalam penurunan secara tajam dalam harga minyak dan komoditas lainnya, termasuk jatuhnya imbal hasil obligasi. Paska rilisan pertemuan tersebut, dari aspek yang diawasi ketat dari pasar obligasi menunjukkan kekhawatiran yang mendalam tentang kemungkinan AS. resesi dalam beberapa bulan mendatang.

Paska pertemuan bulan Juni tersebut, ada banyak perubahan yang memberikan pesan kuat dari kondisi ekonomi dan pasar obligasi dan pasar komoditas bahwa kebijakan Fed tampaknya berhasil dan mungkin The Fed ingin berpikir untuk melambat.

Pasar menantikan data pekerjaan dan inflasi yang akan datang. Meski masih akan diperdebatkan namun setidaknya pada titik ini investor dapat berharap bahwa The Fed dapat menyetujui kenaikan suku bunga 75 basis poin lagi pada pertemuan 26-27 Juli mendatang karena bank sentral melanjutkan perubahan cepat dalam kebijakan moneter.

Belajar dari perjalanan Fed sendiri selama kurang dari setahun yang lalu, dimana saat itu para pejabat Fed masih berjanji untuk menjaga keran kebijakan moneter terbuka lebar, dengan tingkat suku bunga fed masih mendekati nol dan $ 120 miliar dalam pembelian obligasi yang menghasilkan uang bulanan, sampai ada “kemajuan lebih lanjut yang substansial” di pasar kerja dan inflasi “cukup di jalurnya” untuk melampaui target 2% Fed “untuk beberapa waktu.”

Nyatanya saat ini para pejabat Fed melihat bahwa pasar tenaga kerja AS dianggap tidak berkelanjutan, sebagaimana  data terbaru untuk bulan Mei yang menunjukkan masih ada hampir dua pekerjaan terbuka untuk setiap orang yang menganggur dengan laju inflasi bersarang pada tingkat tinggi. Para ekesekutif Fed akhirnya bersedia untuk menghadapi resesi ekonomi di seluruh dunia dengan menjaga ekspektasi publik tentang inflasi tetap terkendali.