Esandar Arthamas Berjangka merupakan pialang resmi yang terdaftar di BAPPEBTI. Anggota dari Bursa Berjangka Jakarta dan Kliring Berjangka Indonesia.

Meningkatnya volatilitas di perdagangan bursa saham AS dalam pekan ini telah mendorong investor untuk memburu aset-aset defensif, meskipun mereka mungkin memiliki lebih sedikit tempat untuk bersembunyi saat ini. Mengacu pada peringkat kegelisahan investor yang paling diawasi di Wall Street, Indeks Volatilitas (VIX) Cboe, dimana pada hari Jumat mencapai level tertinggi dalam hampir tujuh bulan.

Kegaluan pasar terlihat bagaimana indek S&P 500, yang merupakan salah satu ukuran kinerja pasar saham unggulan telah merosot selama seminggu. Indek ini turun 8% dibandingkan akhir bulan Juli, ketika mencapai titik tertingginya tahun ini, meskipun masih naik 10% tahun ini.

Aset yang dapat membantu investor mengatasi badai saat ini mungkin terbatas. Sektor-sektor ekuitas seperti utilitas dan kebutuhan pokok konsumen, yang populer di kalangan investor yang gelisah ketika pasar bergejolak, terkena dampak penurunan S&P 500 baru-baru ini.

Aset keuangan pengaman seperti Yen Jepang, jutsru kini pada titik terendah terhadap dolar AS dalam perdagangan USD/JPY dalam waktu sekitar satu tahun. Penguatan Dolar AS tak lepas dari kenaikan bunga Obligasi pemerintah AS. Harga obligasi sendiri berada di jalur penurunan tahunan ketiga berturut-turut yang belum pernah terjadi sebelumnya. Hubungan antara bunga dan harga obligasi adalah bergerak berbanding terbalik. Kini bunga obligasi AS tenor 10 tahun yang menjadi ukuran pasar berada pada level tertinggi sejak tahun 2007. Hal ini membuat investor menumpuk aset-aset safe-haven tradisional lainnya seperti dolar dan emas, serta utang jangka pendek.

Harga emas mempertahankan kenaikannya selama dua minggu berturut-turut terakhir ini, naik lebih dari 7%. Emas (XAU/USD) meraih keuntungan di tengah bentrokan yang sedang berlangsung antara Zionis Israel dan Hamas di Gaza. Harga emas naik ke level tertinggi dua bulan di atas $1,980 per troy ounce, naik 7,3% dari level dua minggu lalu.

Harga emas juga terpicu naik setelah pidato Ketua Federal Reserve Jerome Powell di hari Kamis. Pada konferensi di New York, ia menyampaikan bahwa para eksekutif Fed tidak berencana menaikkan suku bunga pada pertemuan bulan November. Dengan suku bunga saat ini yang mengambang di angka 5% – 5,25%, adalah tingkat tertinggi yang belum pernah terjadi sejak awal tahun 2000an.

Sikap dovish ini menjadi angin segar bagi harga emas untuk menguat. Sebagai aset yang tidak memberikan imbal hasil, emas cenderung berkinerja lebih baik di tengah ketidakpastian geopolitik. Selain itu, emas juga akan menjadi pilihan jika tidak ditumpuk dengan aset yang dapat menghasilkan imbal hasil pasif yang relatif tinggi seperti Obligasi yang berada pada lingkungan dengan suku bunga tinggi.

Tidak diragukan lagi ini merupakan lingkungan yang menantang bagi portofolio yang terdiversifikasi dengan baik. Ada aset safe haven yang saat ini belum tentu mendapatkan keuntungan. tawaran apa pun atau memberikan banyak perlindungan dari volatilitas berita utama tersebut.

Investor punya banyak alasan untuk gelisah. Meningkatnya imbal hasil obligasi telah mengurangi selera risiko, meningkatkan biaya modal bagi perusahaan dan menawarkan persaingan investasi pada saham. Ketua Federal Reserve Jerome Powell pada hari Kamis mengatakan perekonomian AS yang lebih kuat dari perkiraan mungkin memerlukan kebijakan yang lebih ketat.

Kekhawatiran bahwa konflik di Timur Tengah akan meluas telah membuat para pedagang semakin cemas, sementara laporan pendapatan Tesla yang lebih lemah dari perkiraan minggu ini juga memperburuk suasana.

Volatilitas saham juga disertai dengan peningkatan gejolak di pasar Treasury. Indeks MOVE, yang mengukur ekspektasi volatilitas pada Treasury AS, mendekati level tertinggi dalam empat bulan. Ketika suku bunga meningkat pada tingkat yang sama dan situasi geopolitik seperti ini, sekarang Anda dihadapkan pada volatilitas.

Minggu depan akan menjadi minggu yang sibuk bagi pasar, dimana laporan pendapatan dari Microsoft, Alfabet, Amazon dan Platform Meta, sebagai empat dari tujuh saham megacap AS yang kenaikannya telah mendorong S&P 500 lebih tinggi tahun ini sementara indeks lainnya tertinggal.

Sektor-sektor defensif indeks telah terpukul tahun ini, dengan sektor utilitas turun sekitar 18%, kebutuhan pokok konsumen turun hampir 9% dan layanan kesehatan turun sekitar 6%, sebagian karena imbal hasil obligasi Treasury yang lebih tinggi telah mengurangi daya tariknya.

Aset-aset safe-haven tidak berkinerja seperti yang diharapkan sebagai respons terhadap data pertumbuhan yang bertentangan dan meningkatnya ketegangan geopolitik. Pun demikian investor masih memiliki beberapa lindung nilai dalam portofolio, salah satunya adalah Emas. Harga emas telah melonjak 8% sejak konflik antara Israel dan Hamas pecah bulan ini. Sementara dalam mata uang, pencarian asset safe haven dapat melirik franc Swiss, yang sudah lama ada dan berusaha mendekati level tertinggi terhadap euro sejak 2015. Terhadap Dolar AS sendiri bahkan naik 5% dalam tiga bulan terakhir.

Beberapa investor sebaliknya telah beralih ke obligasi Treasury jangka pendek atau dana pasar uang, yang memberikan imbal hasil lebih menarik sejak suku bunga mulai naik awal tahun lalu. Pastinya ada banyak investor yang melihat suku bunga 5% lebih pada surat utang AS yang sepenuhnya likuid bersedia untuk parkir di sana sambil menunggu kejelasan mengenai inflasi dan perekonomian.

Untuk menahan volatilitas pasar obligasi, perlu memilih jangka waktu lima tahun dibandingkan jangka waktu 10 tahun agar memperoleh imbal hasil dan untuk memitigasi risiko bahwa imbal hasil dengan tenor 10 tahun terus meningkat. Rekomendasi adalah pada asset lindung nilai terhadap meluasnya konflik di Timur Tengah dengan mengambil posisi beli di bursa berjangka pada minyak mentah Brent.

Bagaimanapun juga bahwa ketidakpastian geopolitik, ditambah dengan kenaikan imbal hasil obligasi dan risiko kerugian lebih besar pada saham berarti “investor menghadapi ketidakpastian baru”.