ESANDAR, Jakarta – Data ekonomi China yang dirilis pada Jumat (14/12) gagal dimanfaatkan oleh Emas untuk menjadi pijakan dalam kenaikan harganya. Investor lebih memburu Dolar AS sebagai aset safe haven dibandingkan dengan Emas. Nampaknya, ini menjadi sikap antisipasi pasar menjelang pertemuan rutin Bank Sentral AS dalam minggu ini. Salah satu yang diyakini adalah kenaikan suku bunga acuan utama.
Biro Statistik Nasional China merilis angka aktivitas bisnis yang melambat pada bulan November. Produksi industri menunjukkan lebih rendah dari perkiraan sebesar 5,4% pada bulan November setelah kenaikan 5,9% pada bulan Oktober. Sementara penjualan ritel naik 8,1% year-over-year versus 8,6% pada bulan Oktober, juga di bawah ekspektasi.
Investor juga menunggu data ekonomi China lainnya, yang diperkirakan menghantui investor global. Pun demikian, ketidak pastian kondisi ini gagal dimanfaatkan oleh Emas menjadi kendaraan untuk menaikkan harganya. Lacur kata, dolar AS ternyata lebih kuat dari perkiraan.
Harga Logam itu turun beberapa poin setelah data ekonomi AS yang lebih kuat dari perkiraan, mengisyaratkan potensi kenaikan suku bunga dimasa depan lebih intens.
Menambah tekanan pada harga emas lebih lanjut, dolar AS naik dengan berpijak pada sejumlah faktor termasuk data yang lemah dari Uni Eropa dan tanda-tanda bahwa tarif AS-China berdampak pada ekonomi Cina dan berkurangnya ketegangan.
Indek Dolar AS naik 0,4%, sementara harga emas untuk pengiriman bulan Februari di bursa Comex turun $ 6, atau 0,5%, menetap di $ 1,241.40 per troy ons. Ini harga penutupan terendah sejak 3 Desember. Kinerja mingguan berakhir turun 0,9%.
Pasar saham menilai data yang lebih lunak dari harapan ini, mengiring kekhawatiran akan masa depan ekonomi global yang suram. Tidak tanggung-tanggung, bahkan bursa saham di Wall Street juga harus tersungkur oleh kibasan data ekonomi ini.
Dalam kondisi demikian, emas sebagai aset safe haven, akan menjadi tujuan investasi investor. Dolar, sementara itu, dilihat sebagai penerima. Sayangnya, Emas gagal memanfaatkan kondisi ini dan Dolar AS justru naik secara solid versus sebagian besar saingan utama.
Penurunan harga emas pada hari Jumat, menjadi penegas kembali bahwa sentiment penggerak harga dalam jangka pendek masih akan tergantung pada kinerja Dolar AS. Ada harapan bahwa Dolar AS akan melakukan retracement dengan melihat posisi yang dekat dengan kisaran tinggi ditahun ini.
Data AS yang dirilis Jumat kemarin juga memperlihatkan bagaimana potensi penjualan ritel pada November dan menjelang musim liburan akhir tahun. Terlihat awal yang kuat. Produksi industri naik 0,6% pada bulan November. Membukukan kenaikan terkuat dalam tiga bulan. Sementara data sekilas tentang indeks pembelian manajer manufaktur AS, jatuh ke posisi terendah dalam 13 bulan diangka 53,9 pada bulan Desember.
Saat dihadapkan dengan rencana kenaikan suku bunga Fed, dan kenaikan bursa saham, terbukti emas menunjukkan ketahanannya pada 2018. Lemahnya permintaan ketika produksi pertambangan naik pada posisi tertinggi sepanjang waktu, menjadi beban tersendiri. Pun demikian, harga emas dipasar sepanjang 2018 masih menyisakan keyakinan akan kenaikannya.
Latar belakang masalah geopolitik yang bisa memburuk lagi, menjaga posisi nilai tukar Emas. Tak heran bila setiap penurunan harga, akan diikuti dengan aksi pembelian baru. (Lukman Hqeem)