ESANDAR, Jakarta – Pada perdagangan Jumat (19/01/2018) dolar AS kemungkinan ingin kembali sisi penguatannya dengan berharap bahwa sentimen positif kinerja ekonomi AS menjaga harapan kenaikan suku bunga The Fed jelang pertemuan World Economic Forum pada akhir pekan ini.
Sayangnya dalam perdagangan sebelumnya, Dolar AS mengalami tekanan, sehingga hal ini mengakibatkan EURUSD ditutup menguat di level 1,2239, GBPUSD ditutup menguat di level 1,3893, AUDUSD ditutup menguat di level 0,7998 dan USDJPY ditutup melemah di level 111,12.
Pada perdagangan mata uang hari ini, pasangan EURUSD berada dalam fase konsolidasi jangka pendek meskipun kemarin berakhir naik 0,43%. Hari ini EUR/USD berpotensi naik namun kecil peluangnya untuk keluar dari batasan atas konsolidasi di 1.2323. Di sisi bawah pada Jumat pagi terlihat support-support di 1.2220 dan 1.2165.
Dengan penutupan potif 0,46% di akhir sesi Kamis, pasangan GBPUSD tetap condong naik. Level tertinggi sesi Rabu di 1.3943 harus tetap dicermati karena jika ditembus dapat membuka jalan bagi pair ini untuk menuju level psikologis 1.4000. Sebaliknya jika tidak ditembus GBP/USD akan berbalik turun ke 1.3845 dan kembali berkonsolidasi. Apabila terjadi penetrasi kuat terhadap support tersebut, potensi turun bakal membesar dengan target selanjutnya di 1.3811 dan 1.3764.
Pasangan AUDUSD ramai dibeli dimana investor berusaha menjebol level resistance 0.8021. Resistance selanjutnya di 0.8050 – 0.8102. Level support berada di 0.7982 dan 0.7935. Kegagalan untuk menerjang zona 0.8021 dapat menimbulkan risiko penurunan dan selanjutnya bergerak bolak-balik saja.
Bukan hanya AUDUSD saja yang berpotensi bolak-balik saja arah perdagangannya, pasangan USDJPY juga demikian. USDJPY cenderung bergerak bolak-balik untuk sementara terlihat potensi turun. Potensi konsolidasinya adalah 110.75 hingga 111.46 namun apabila turun dan dapat menembus batasan bawah maka konsolidasi akan melebar menjadi 110.17 – 111.46. Potensi turun akan berkurang secara signifikan apabila harga berbalik dan dengan kuat menembus zona 111.35.
Hasil laporan aktivitas bisnis 12 cabang The Fed terkini yang tertuang di dalam Beige Book menyimpulkan bahwa kenaikan suku bunga The Fed masih akan tetap 3 kali dengan keyakinan bahwa reformasi pajak yang baru belum menampakkan sifat pendorong membaiknya kinerja ekonomi AS secara keseluruhan. Namun sebagian besar distrik yakin bahwa sifat dari reformasi pajak ini akan tetap menjaga kinerja PDB AS untuk lebih baik dan inflasi juga diberikan kesempatan untuk menunjukkan tren peningkatannya karena tren upah juga menunjukkan peningkatannya.
Sisi Beige Book dan beberapa data ekonomi AS yang bagus di mata teori ekonomi, tetap tidak dilihat pasar sebagai pendorong keinginan naiknya atau menguatnya dolar AS. Hal ini karena investor sedang khawatir bahwa pembahasan akhir pekan mengenai tutup tidaknya jalannya pemerintahan AS sedang dipertaruhkan. Sabtu ini, anggota parlemen AS akan membahas tentang penambahan batas defisit anggaran agar Presiden Trump dan jajaran administrasinya bisa melayani warga AS hingga bulan depan. Bila lolos pelebaran defisitnya, maka dolar AS akan bermain lagi dengan data-data ekonominya, namun bila tidak maka ‘panic-selling’ akan terjadi.
Selain itu, masalah World Economic Forum juga akan menjadi patokan bagi arah pergerakan mata uang dan pasar komoditi di pekan depan, di mana pasar akan melihat dan menyoroti kepada Presiden Trump yang merupakan bintang pada pertemuan tersebut. Seperti kita ketahui bahwa beberapa kebijakan Trump selalu membuat pasar terkaget-kaget, seperti contohnya masalah NAFTA yang akan terancam bubar, kemudian tekanan politik ke Iran dan Korea Utara yang pada akhirnya juga menyerang ekonomi keduanya, dan masih banyak lagi.
Semua itu intinya tidak membahagiakan nilai dolar AS itu sendiri. Namun kami sadar bahwa dolar AS memang sedang dilemahkan oleh AS di mana bank sentral AS sendiri sedang berfokus kepada pengurangan defisit neracanya dan terlihat bahwa berkali-kali dolar AS melemah namun tidak tampak sama sekali bentuk perlawanan dari The Fed dengan intervensi verbalnya.
Tampaknya ini juga sebagai bentuk aksi nyata dari kampanye Trump kala itu yang selalu menuduh China dan Jepang bahwa terjadi depresiasi mata uangnya secara manipulatif, sehingga kali ini AS ingin membalasnya dengan melakukan depresiasi nilai mata uangnya agar defisit anggarannya bisa berkurang.