ESANDAR – Dolar AS terpukul pada hari Jumat (02/08/2019) oleh data ekonomi AS yang menunjukkan adanya perlambatan dalam pertumbuhan lapangan kerja AS di bulan Juli. Disis lain, sentiment negatif juga berasal dari meningkatnya ketegangan perdagangan AS-Tiongkok sehingga memicu harapan bahwa Federal Reserve akan memangkas suku bunga lagi pada bulan September.
Data Nonfarm payrolls (NFP) menunjukkan hanya ada penambahan 164.000 pekerjaan pada Juli, lebih sedikit dari bulan sebelumnya. Sementara data lain menunjukkan bahwa tingkat upah hanya naik sedikit. Laporan Departemen Tenaga Kerja AS ini muncul sehari setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan tambahan tarif 10% pada impor China senilai $300 miliar mulai 1 September, menginspirasi pasar keuangan untuk meyakini bakal ada penurunan suku bunga Fed pada September.
Sebelumnya, bank sentral AS pada hari Rabu (31/7) memangkas suku bunga jangka pendek untuk pertama kalinya sejak 2008. Gubernur Bank Sentral AS Jerome Powell menggambarkan pelonggaran kebijakan moneter sebesar 25-basis-poin – sesuai perkiraan, sebagai langkah penyesuaian kebijakan tengah-siklus untuk melindungi ekspansi AS dari perlambatan ekonomi global. Menyusul pemotongan suku bunga ini, dolar AS naik tetapi langkah bullish itu sebagian besar telah hilang pada hari Jumat.
Hilangnya daya tarik Dolar AS adalah meningkatnya peluang penurunan suku bunga pada bulan September nanti menjadi 98,1% pada Jumat sore. Ada lonjakan keyakinan yang cukup nyata dari posisi sebelumnya sebesar hanya 56,2% di pekan sebelumnya. Meski demikian, tidak semua pelaku pasar tergoda oleh ekspektasi tersebut. Alasannya, keyakinan tersebut terlalu berlebihan dan Jerome Powell sendiri pada konferensi pers telah menyatakan tidak ada kepastian tentang apa langkah [The Fed] selanjutnya.
Dolar AS berakhir melemah turun 0,59% terhadap yen Jepang ke level terendah sejak 3 Januari, terakhir di 106,68. Dalam perdagangan EURUSD, dolar AS berakhir 0,23% lebih lemah di $1,1110.