Esandar Arthamas Berjangka merupakan pialang resmi yang terdaftar di BAPPEBTI. Anggota dari Bursa Berjangka Jakarta dan Kliring Berjangka Indonesia.

ESANDAR – Bursa saham AS anjlok karena China mengumumkan pembalasan perang dagang yang melibatkan nilai mata uang dan pembelian pertanian. Dow Jones, Nasdaq dan S&P terjun karena Beijing memungkinkan yuan melemah di bawah 7 terhadap dolar AS dan mengatakan akan berhenti membeli barang pertanian AS. Saham – saham teknologi termasuk yang paling terpukul, karena sektor ini akan lebih menderita daripada yang lain jika perang perdagangan terus meningkat.

Dalam perdagangan di hari Senin, perang dagang AS – China membara hebat. China mengumumkan serangan balasan terhadap ancaman tarif terbaru oleh Presiden AS Donald Trump. Indek Dow Jones turun 767 poin, terburuk dalam setahun ini. Indek S&P 500 turun 2,98 persen dan Nasdaq 3,47 persen.

Pembalasan China ke AS nampaknya masih akan menimbulkan korban lagi. China metodis menyampaikan gelombang berita negatif yang menghantam Presiden Trump di tempat yang menyakitkan, yaitu pasar saham AS. Saham-saham teknologi paling terpukul, karena sektor ini lebih menderita daripada yang lain jika perang perdagangan terus meningkat. Banyak barang produksi mereka yang selama ini dibuat di China untuk dimasukkan kembali ke AS.

Apple dan Intel misalnya, sahamnya anjlok lebih dari 5 persen dan Intel 3,5 persen. Apple bak menjadi halaman muka perang dagang. Pukulan China ini secara jelas menjadikan pertaruhan Apple pada produk pertanian baik dari perspektif permintaan dan penawaran. Tentu saja ini menjadi sumber ketakutan para investor mengingat pertempuran perdagangan ini, dan Apple menjadi sasaran empuk mereka. Investor pilih menjual dulu dan khawatir tentang perkembangan ini.

Balasan China bermula dari sikap pembiaran Beijing pada mata uangnya. Biasanya China akan mempertahankan mata uangnya stabil. Namun pada hari Senin saat mengalami tekanan, Beijing justru membiarkan yuan merosot ke level terendah terhadap dolar AS dalam 11 tahun. Yuan melampaui level tujuh untuk setiap dolar AS, yangh dianggap sebagai ambang psikologis kunci.

Sikap Beijing yang demikian ini, dianggap sebagai pesan kuat oleh Washington bahwa Cina siap menggunakan mata uangnya sebagai senjata dalam perang perdagangan. Yuan yang lebih lemah dapat membantu Tiongkok tetap kompetitif dalam ekspor.

Tak lama berselang, ditengah sesi perdagangan bursa New York, Beijing juga mengumumkan bahwa mereka menangguhkan pembelian produk pertanian Amerika dan “belum mengesampingkan tarif impor untuk produk pertanian AS yang dibeli setelah 3 Agustus,” kata kantor berita negara Xinhua.

Dua pukulan ini dianggap pasar melampui batas yang mereka antisipasi. Jelas apa yang dilakukan oleh Beijing ini adalah untuk mendapatkan perhatian serius Donald Trump. Sebelumnya di hari Jumat (01/08/2019), Trump mengumumkan bahwa AS akan mengenakan tarif 10 persen pada sisa barang-barang Cina senilai US $ 300 miliar mulai 1 September. Pada hari Senin (05/08/2019), Trump kembali menegaskan ancaman itu lewat cuitannya. “Cina bertekad untuk terus menerima ratusan Miliar Dolar yang telah mereka ambil dari AS dengan praktik perdagangan yang tidak adil dan manipulasi mata uang.”

“Jadi sepihak, seharusnya dihentikan bertahun-tahun yang lalu! … menggunakan manipulasi mata uang untuk mencuri bisnis dan pabrik kita, melukai pekerjaan kita, menekan upah pekerja kita dan merusak harga petani kita. Tidak lagi!”

Sebagaimana diketahui bahwa AS telah lama mengeluh tentang kelemahan mata uang China, dan Departemen Keuangan AS melabeli Cina sebagai “manipulator mata uang” pada Senin sore. Menanggapi eskalasi perang perdagangan di hari Senin ini, mantan menteri keuangan AS Henry Paulson mendesak pemerintah China “untuk menunjukkan pengekangan dan bekerja untuk mempertahankan mata uang yang stabil demi kepentingan stabilitas keuangan global”.

Pada bulan Maret, AS menolak untuk secara resmi menuduh Tiongkok melakukan manipulasi mata uang. Alih-alih, itu membuat Cina dalam daftar pengawasan bersama Jerman, Irlandia, Italia, Jepang, Malaysia, Singapura, Korea Selatan, dan Vietnam.

Wall Street keluar dari minggu terburuk tahun ini setelah Trump mengancam tarif lebih banyak pada barang-barang Cina setelah perunding yang dipimpin oleh Menteri Keuangan Steven Mnuchin dan Perwakilan Dagang AS Robert Lighthizer kembali dari putaran pembicaraan terakhir di Shanghai pekan lalu.

Kemarahan Trump terhadap China memanas setelah negosiator menjelaskan kepadanya bahwa Beijing tidak menawarkan proposal baru untuk mengakhiri kebuntuan, sebagaimana dilaporkan oleh Politico. Beberapa analis berpikir koreksi ini masih berumur pendek. “Sisa bulan Agustus ini bisa jadi lebih berantakan, tetapi kita tidak perlu terkejut jika kita melihat pengembalian institusional sangat kuat jika kita melihat 5 persen lebih banyak” dalam koreksi harga saham, tulis Moya dari Oanda. Sementara Steven Englander, kepala penelitian Valas global di Standard Chartered Bank di New York, mengatakan: “Jika kita mulai melihat depresiasi mata uang pasar berkembang lainnya terjadi, dan kemudian melompati depresiasi Yuan, kita akan melihat lebih banyak dampak,” tetapi saat ini “ini menyakitkan tetapi terkandung”, tambahnya. (Lukman Hqeem)