Bursa saham Asia harus terhuyung-huyung pada hari Selasa (27/06/2023) karena investor memegang kisaran ketat menunggu petunjuk tentang prospek suku bunga dan mewaspadai risiko tentang pemulihan ekonomi China yang goyah dan perkembangan di Rusia setelah pemberontakan yang dibatalkan. Indek MSCI untuk saham Asia Pasifik di luar Jepang naik 0,08% pada 08:26 WIB, setelah turun 0,06% satu jam sebelumnya. Tolok ukur rata-rata Nikkei 225 Jepang turun sebanyak 1%.
Akis risk off yang terjadi di Wall Street masih menjadi katalis utama yang mendorong bursa saham cenderung turun pada hari ini. Sebagaimana dilaporkan sebelumnya bahwa ketiga indeks saham utama AS berakhir di zona merah pada hari Senin, dimana sejumlah saham unggulan di Nasdaq yang padat teknologi turun paling banyak.
Dow Jones turun 0,04%, S&P 500 kehilangan 0,45% dan Nasdaq turun 1,16%.
Ada kehati-hatian dari pelaku pasar sehubungan dengan lintasan ekonomi global selama beberapa bulan mendatang. Ancaman potensi resesi selama siklus suku bunga tinggi, yang diberlakukan oleh bank sentral, dapat berdampak signifikan terhadap AS dan Eropa, sehingga memengaruhi perdagangan global, kondisi pembiayaan, dan permintaan.
Indeks Hang Seng dan Indeks CSI300 acuan China dibuka masing-masing 0,3% dan 0,1%, menghapus kerugian dari empat sesi terakhir.
S&P Global pada hari Senin memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi China menjadi 5,2% pada tahun 2023, turun dari perkiraan sebelumnya sebesar 5,5%, menggarisbawahi sifat pemulihan negara yang tidak merata dari pandemi.
Ini adalah pertama kalinya lembaga pemeringkat kredit global memangkas proyeksi China tahun ini dan mengikuti prediksi yang diturunkan oleh bank investasi besar termasuk Goldman Sachs. Para investor juga mengamati dengan cermat aliran rebalancing akhir kuartal di saham AS.
Penyeimbangan kembali yang akan datang diharapkan memiliki dampak penting pada dinamika pasar, karena para pedagang mempersiapkan potensi pergeseran harga saham dan sentimen pasar secara keseluruhan. Dengan bertepatannya akhir bulan dan kuartal, besarnya arus penyeimbangan kembali ini menambah elemen antisipasi dan ketidakpastian bagi pelaku pasar.
Gejolak geopolitik juga meredam selera risiko menyusul pemberontakan yang dibatalkan di Rusia pada akhir pekan, yang tampaknya mengungkap celah dalam cengkeraman kekuasaan Presiden Vladimir Putin. Meskipun situasinya telah mereda, setiap pemberontakan selanjutnya terhadap Rusia tetap menjadi penyebab potensial untuk dikhawatirkan, berpotensi memicu reaksi defensif pada aset-aset safe-haven.