Inggris - Uni Eropa

Esandar Arthamas Berjangka merupakan pialang resmi yang terdaftar di BAPPEBTI. Anggota dari Bursa Berjangka Jakarta dan Kliring Berjangka Indonesia.

ESANDAR, Jakarta – Hasil kajian yang dilakukan oleh Cambridge Economteric, dengan penilaian yang dilakukan IMF dan NIESR sebelum referendum bahwa setiap hasil Brexit baik yang dengan kesepakatan atau tidak dengan Uni Eropa, akan memberikan dampak buruk bagi perekonomian Inggris. Penilaian ini mengkaji sejauh mana resiko ekonomi yang dipertaruhkan oleh Inggris.

Kajian yang dilakukan oleh Cambridge Econometric ini ditugaskan oleh Walikota London, Shadiq Khan melalui 5 model kemungkinan skenario untuk keluarnya Inggris dari Uni Eropa. Skenario tersebut berkisar terhadap jalan keluar yang relatif mulus dengan tetap menggunakan pra syarat dari peraturan Organisasi Perdagangan Dunia atau WTO tanpa kesepakatan transisi yang digambarkan penelitian ini sebagai jalan keluar yang keras.

Setidaknya, dalam kajian tersebut diungkapkan bahwa layanan keuangan dan para professional adalah pihak yang terdampak besar. Sektor kontruksi juga tak luput dari dampak Brexit, terlebih jika tanpa kesepakatan dengan UE, akan memberikan ancaman kehilangan pekerjaan bagi 43 ribu pekerja sektor ini.

Ada usulan, agar Inggris tetap berada di pasar tunggal Eropa namun meninggalkan serikat kepabeanan setelah masa transisi. Dengan pilihan ini, Inggris masih bisa mempertahankan setidaknya 18 ribu pekerja di sektor konstruksi. Meski tidak terelakkan akan ada kerugian sebesar £18,6 miliar dari produksi ekonomi dan kehilangan peluang investasi sebesar  £20 miliar.

Skenario terburuk dari 5 model yaitu ketika Maret 2019 tanpa ada kesepakatan utama atau transisi, di mana Inggris dapat kehilangan pekerja sekitar 482 ribu orang dan hilangnya investasi sebesar £46,8 milyar di tahun 2030.

Penelitian tersebut juga memperingatkan dampak serius pada ekonomi Inggris jika terjadi perpisahan mendadak dari serikat pekerja dan pasar tunggal di mana penurunan tersebut memang lebih besar daripada perkiraan Departemen Keuangan Inggris sebelum referendum. Keluarnya Inggris secara keras bisa mendorong ekonomi Inggris untuk melambat 7,5% di 2030 atau lebih besar daripada perkiraan sebelumnya yang lambat 3%.

Jika Inggris keluar dengan tanpa ada kesepakatan dengan Uni Eropa, ia akan kehilangan setidaknya 29 ribu pekerjaan ditahun 2030, dibandingkan jika Inggris tetap berada di pasar  tunggal terseut. Disektoe sains dan teknologi, aka nada pengurangan pekerja sebanyak 11 ribu, disektor kontruksi sebanyak 5 ribu dan 6 ribu disektor industri kreatif.

Menurut kajian tersebut, sebagaimana disampaikan oleh Walikota London Sadiq Khan, keluarnya Inggris secara keras dapat menyebabkan pengurangan atau pertumbuhan yang jauh lebih rendah selama satu dekade atau lebih lama. Dimana negara tersebut berpotensi kehilangan 500 ribu pekerjaan dalam skenario terburuknya.  Termasuk kehilangan investasi hampir £50 miliar pada tahun 2030. Di London saja, sebanyak 87 ribu pekerjaan yang hilang dan ekonomi di London bisa 2% lebih rendah pada tahun 2030 daripada yang diperkirakan di bawah status quo.

Analisis tersebut juga menunjukkan bahwa ekonomi London akan mengalami penurunan secara signifikan karena Brexit daripada kota-kota di Inggris lainnya. Menurut Shadiq Khan, Inggris bisa menuju dekade yang hilang di masa yang akan datang di mana pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja yang lebih rendah. Oleh sebab itu, dia menyarankan agar para juru runding Inggris segera merubah strategi perubahan negoisasi Brexit.

Sebetulnya Inggris dan Uni Eropa akan segera memulai usaha untuk mencoba mendefinisikam hubungan perdagangan masa depan mereka setelah para pejabat London dan Brussels menyelesaikan persyaratan yang luas mengenai penyelesaian perceraian mereka seperti kebuntuan mengenai akses Inggris ke pasar tunggal untuk industri jasa keuangan London. (Lukman Hqeem)