ESANDAR, Jakarta – Bank of Japan memilih untuk tetap mempertahankan kebijakan moneter ultra longgarnya. Keputusan pada Jumat (09/03) ini bertentangan dengan kebanyakan sikap Bank Sentral lainnya, dimana mulai melakukan pengetatan.
Sejauh ini belum ada indikasi, kapan Bank of Japan dengan pimpinan Haruhiko Kuroda sebagai Gubernur untuk masa lima tahun kedepan, akan mulai melakukan pengetatan kebijakan moneternya. Suara dalam Dewan Gubernur Bank sentral Jepang memilih 8-1 untuk mempertahankan targetnya untuk imbal hasil obligasi pemerintah Jepang 10 tahun sekitar nol dan suku bunga deposito jangka pendek di minus 0,1%,. Memperluas pola kepemilikannya pada pengaturan kebijakan saat ini hingga satu setengah tahun. .
Bank juga terjebak dengan janji untuk membeli obligasi pemerintah pada tingkat tahunan sebesar 80 triliun yen ($ 750 miliar). Ini menjadi bagian yang dilihat oleh investor sebagai simbol dari besarnya komitmen untuk mengurangi jumlah pembeliannya. Disisi lain, kecepatan pembelian aktual turun di bawah ¥ 55 triliun dalam periode 12 bulan terakhir.
Keputusan BoJ untuk mempertahankan kebijakan tersebut, di tengah perhatian terakhir antara para ekonom dan investor dimana bank sentral diharapkan akan mengurangi kebijakan longgaranya. Pedagang valuta asing dengan sangat hati-hati dan cermat berusaha mencari kata-kata dari Bank of Japan terkait keputusan kebijakannya pada awal Jumat. Bank sentral memang tengah berjuang untuk mengatasi keinginan mengakhiri pelonggaran kuantitatif sambil melindungi pasar ekuitasnya dari penguatan yen.
BOJ secara luas dianggap memiliki kebijakan moneter yang paling longgar di antara sejawatnya, Federal Reserve, Bank of Canada dan Bank of England. Mereka umumnya telah menaikkan suku bunga, dan European Central Bank – meskipun pada konferensi pers terkini menyatakan akan bersikap lebih dovish – diperkirakan akan menghentikan program pembelian asetnya lebih cepat daripada yang dikirakan.
Tentu saja, akan menjadi masuk akal bagi BOJ apabila mereka telah melompat ke jalur normalisasi pada akhir tahun lalu. Sayangnya keputusan kali ini memang membuat Yen Jepang dalam perdagangan USDJPY mampu naik dan bahkan menjadi salah satu aset yang terbaik sepanjang tahun melawan Dolar AS. Penguatan Yen, bahkan didukung dengan kondisi ekonomi Jepang secara umum. Alhasil, target inflasi yang ditetapkan BoJ bukan menjadi masalah utama.
Justru masalah besar mereka adalah disektor perbankan dan pasar saham secara keseluruhan. Suku bunga yang rendah, apalagi minus, dalam jangka panjang akan memukul sektor perbankan. Disisi lain, Yen yang terlalu kuat akan menjadi sentiment negative bagi saham-saham eksportir. Otomatis, disaat pasar saham Jepang sedang tidak memiliki kinerja terbaik, hal ini akan membawa indek bursa turun.
Saham bank, secara khusus belum bernasib baik sejak bank sentral menetapkan suku bunga negative. Pasar saham Jepang tidak bisa berjalan dengan baik dalam menghadapi tingkat suku bunga rendah. Terbukti Indek Nikkei 225 telah turun 6,1% sepanjang tahun ini.
BOJ mungkin ingin melakukan pengetatan, namun khawatir bahwa ini akan diinterpretasikan sebagai pengetatan langkah yang tidak tepat. Pasangan dolar-yen bisa turun sejauh ¥ 100, jika pasar menafsirkan berbeda. Kini Satu dolar terakhir membeli ¥ 106,22.
Akhir pekan lalu, Gubernur BOJ Haruhiko Kuroda mengatakan bahwa Jepang bergerak menuju target inflasi 2% bank sentral dan masuk akal untuk berasumsi bahwa QE berakhir suatu hari, dimana bagi pelaku pasar valuta asing diinterpretasikan sebagai sinyal hawkish. Komentar tersebut sempat menyebabkan kepanikan di pasar obligasi dan FX, karena ini adalah pertama kalinya Haruhiko Kuroda pernah menyebutkan sebuah jalan keluar, apalagi menentukan tanggal tertentu. Kuroda kemudian meneruskan komentarnya, mengatakan bahwa terlalu dini untuk memperdebatkan kecepatan dan waktu normalisasi.
Pasar terlanjur berharap Gubernur Kuroda bisa memberikan keterangan setelah pertemuan ini. Penilaian ekonomi dari bank sentral juga bisa memberikan kejelasan tentang bagaimana kejelasan rencana tersebut kedepannya. (Lukman Hqeem)