Esandar Arthamas Berjangka merupakan pialang resmi yang terdaftar di BAPPEBTI. Anggota dari Bursa Berjangka Jakarta dan Kliring Berjangka Indonesia.

Aktivitas pabrik Jepang mengakhiri rekor penurunan 19 bulan beruntun pada catatan kinerja di bulan Desember setelah produksi mereka stabil untuk pertama kalinya dalam dua tahun terakhir. Hasil ini menunjukkan bahwa produsen di Jepang dapat mengabaikan dampak negatif dari pandemi virus Corona.

Data sektor swasta memang sedikit kontras dengan angka pemerintah yang telah dirilis minggu lalu dimana menunjukkan pertumbuhan produksi industri terhenti pada November karena penurunan produksi mobil akibat melemahnya pengiriman ke AS dan Australia.

Indeks Manajer Pembelian Manufaktur Jepang (PMI) atau data Jibun oleh Bank Sentral Jepang naik ke penyesuaian musiman 50,0 pada bulan Desember dari bulan sebelumnya 49,0 dan pembacaan awal 49,7. Indeks utama mencapai ambang 50,0 yang memisahkan kontraksi dari ekspansi untuk pertama kalinya sejak April 2019, sebagian besar karena kondisi output dan ketenagakerjaan berhenti menurun, mengakhiri penurunan terpanjang dalam catatan.

“Produsen Jepang mengisyaratkan stabilisasi luas dalam kondisi operasi di akhir tahun yang penuh gejolak,” kata Usamah Bhatti, ekonom di IHS Markit, yang menyusun survei tersebut. Survei PMI juga menunjukkan keseluruhan pesanan baru menurun pada laju terlemah sejak Desember 2018.

Ekspektasi pertumbuhan untuk tahun depan meningkat di tengah harapan bahwa penurunan yang disebabkan COVID-19 akan memudar dan peluncuran produk baru akan merangsang permintaan.

“Pelaku bisnis melaporkan peningkatan yang berkelanjutan dalam optimisme, dengan sepertiga responden memperkirakan peningkatan output selama 12 bulan mendatang,” kata Bhatti.

Hasil survei tidak sepenuhnya menggembirakan, dengan pesanan ekspor turun lebih cepat untuk bulan kedua berturut-turut berkat pembatasan yang baru-baru ini diberlakukan terkait virus korona di pasar ekspor utama, terutama di Eropa. Pembelian juga turun lebih cepat dari bulan sebelumnya, dengan produksi yang lebih rendah dan volume pesanan yang menyebabkan penurunan pembelian bahan mentah.