ESANDAR, Jakarta – Perdagangan emas di hari Rabu (20/06) masih diwarnai oleh aksi jual. Ketegangan perang dagang AS – Cina belum mampu menjadi pendorong kenaikan harga emas lebih lanjut.
Sebelumnya pada sesi Selasa, harga emas sempat menguat karena imbal hasil obligasi AS turun. Namun setelah imbal hasil obligasi kembali turun, para pedagang pun beralih menuju aset berisiko dan keluar dari investasi safe haven termasuk emas. Di saat yang sama dolar AS pun kembali menguat. Kombinasi ini menjadi sentiment negative bagi harga logam mulia.
Kini para pelaku perdagangan memantau ECB Forum di Sintra, Portugal untuk melihat apakah ada sinyal atau petunjuk terkait kebijakan moneter yang akan disampaikan oleh para petinggi sejumlah bank sentral yang diperkirakan bisa berdampak pada dinamika harga logam mulia.
Harga emas masih akan tetap dibayangi tekanan jual, hambatan yang muncul ada di level resisten pada $1277.70. Jika berhasil diatasi, harga bisa melirik ke $1283.85. Sayangnya, tekanan jual akan membuat harga bisa terdepak hingga ke level support $ 1270.20. Bahkan jika berlanjut dan menembus level support, maka harga bisa terjatuh lebih dalam hingga ke 1266.75 – 1260.00.
Pasar berharap ketegangan perang dagang AS dan Cina bis memberikan dorongan kenaikan harga emas. Seperti kita ketahui bahwa sejak akhir pekan lalu, genderang perang dagang AS – Cina, semakin memanas.Pproduk asal Cina yang ada di AS akan mengalami kenaikan harga dan membuat inflasi AS meningkat. Kondisi ini tentu membuka jalan bagi the Fed dalam menaikkan suku bunganya. Tentu saja kenaikan ini akan membuat harga emas makin terdesak.
Namun sebenarnya harga emas sendiri masih belum terlalu tenggelam di perdagangan kali ini karena disebabkan kondisi perang dagang AS dengan beberapa negara di seluruh dunia terutama dengan China yang masih hangat. Diberlakukannya tarif produk logam dari Uni Eropa, Kanada dan Meksiko serta Jepang, memang telah berhasil menahan gejolak harga agar terus bertahan di bawah level psikologis $1300 per troy ounce.
Situasi perang dagang memang akan terus membawa dampak koreksi emas, karena investor melihat bahwa pihak AS hanya ingin diberlakukan adil dalam perdagangannya serta ingin mengurangi defisit anggarannya. Sedang negara lain sudah merasa adil selama ini dalam melaksanakan perdagangan dengan AS tersebut.
Kondisi ini sudah diantisipasi oleh pihak China dengan mengeluarkan kebijakan bantuan ekonominya sebagai dampak akan berkurangnya daya beli konsumen China jika AS terus melakukan praktek proteksi tersebut, sehingga bursa saham Asia juga mengalami tekanannya dan membuat indeks dolar masih terus membaik di sore ini di pasar uang sesi Eropa.
Situasi ini sepertinya akan bertahan hingga logam mulia bisa tetap di area negatif hingga nanti malam sambil menantikan Jerome Powell dan beberapa pemimpin bank sentral dunia lainnya berbicara nanti malam. Apakah ada kepastian lebih besar terhadap rencana kenaikan suku bunga the Fed oleh Powell nanti malam, jika ada maka harga logam kuning ini akan makin tertekan.
Sebelumnya, dalam beberapa pekan emas terkoreksi cukup panjang, kurang lebih 2%, yang terjadi setelah data-data ekonomi AS berhasil menutup kekuatan emas sebagai aset pengaman investor. Bahkan pekan lalu, data tenaga kerja AS ternyata hasilnya makin solid di periode lalu untuk mendukung kenaikan suku bunga the Fed 2 kali lagi di tahun ini, sehingga total menjadi 4.
Kenaikan ini bisa membuka peluang harga emas naik, di mana dengan semakin tingginya kekuatan ekonomi atau pertumbuhan, maka inflasi juga akan meningkat. Pada kondisi yang demikian ini investor juga butuh sebuah aset yang khusus melindunginya dari kenaikan inflasi, yaitu emas. (Lukman Hqeem)