ESANDAR, Jakarta – Sentimen perdagangan bursa saham pada hari Selasa (28/08) banyak dipengaruhi faktor dari hasil perundingan NAFTA. Hasil positif antara Amerika Serikat dan Meksiko, memberikan dorongan kuat bagi bursa di Wall Street, yang berimbas pada bursa saham global.
Bergerak searah dengan bursa saham AS, bursa regional juga berakhir di area positif. Indeks Nikkei 225 menguat 0,06%, Hang Seng bertambah 0,28%, Kospi surplus 0,07%.
AS dan Meksiko mencapai kesepakatan dagang untuk memperbarui kerangka Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara (NAFTA). Dalam waktu dekat, Kanada juga dikabarkan mencapai kesepakatan serupa. Perkembangan ini membuat investor menghembuskan nafas lega.
Setidaknya AS dan para tetangganya sekarang lebih rukun dalam hal perdagangan. Sebelumnya, hubungan mereka sempat menegang kala AS memberlakukan bea masuk terhadap baja dan aluminium dari Kanada dan Meksiko. Kebijakan yang mendatangkan balasan pengenaan bea masuk atas ratusan produk AS di kedua negara tersebut.
Dengan tercapainya kesepakatan menenangkan pelaku pasar akan resiko perang dagang yang meluas. Ada harapan bahwa menghindari perang dagang bisa memperlancar pertumbuhan ekonomi.
Investor merasa optimis dan berani mengambil risiko. Aliran modal mengalir cukup deras ke negara-negara berkembang di Asia. Dana-dana itu masuk ke pasar modal dan menyebabkan kenaikan indeks saham Asia secara massal, IHSG pun tidak ketinggalan.
Dolar AS Diburu Kembali
Akan tetapi, mata uang Asia tidak bergerak sejalan dengan bursa saham. Mayoritas mata uang utama Asia justru melemah. Yen Jepang melemah 0,02%, dolar Taiwan melemah 0,08%. Penyebab pelemahan nilai tukar mata uang Asia adalah aksi buru dolar AS yang dilakukan investor. Koreksi dolar AS yang terjadi sebelumnya dirasa sudah cukup membuat harga greenback menjadi terjangkau, sehingga menarik minat investor. Permintaan dolar AS yang meningkat membuat nilai mata uang ini menguat.
Selain itu, kebijakan Bank Sentral China (PBoC) juga berkontribusi terhadap pelemahan mata uang Asia. Kemarin, PBoC menentukan nilai tengah yuan yang lebih menguat sehingga dolar AS menjadi lebih murah. Akibatnya, korporasi-korporasi di Negeri Tirai Bambu memborong dolar AS yang murah ini, sehingga membuat nilainya semakin mahal. (Lukman Hqeem)