ESANDAR, Jakarta – Pada perdagangan di bursa berjangka, harga emas pada akhir pekan kemarin mengalami penurunan. Penguatan dolar AS dan kenaikan imbal hasil Obligasi AS telah menjadi sentiment utama pendorong jatuhnya harga logam ini.
Untuk kontrak pengiriman bulan Juni, harga emas telah kehilangan $ 10,50, atau turun 0,8%, ke harga $ 1,338.30 per troy ons. Meskipun komoditas ini sebagian besar diperdagangkan dalam kisaran sempit, kontrak harga emas hanya turun sekitar 1,6% sejak mencapai posisi tertinggi dalam 2 ½ bulan di $ 1,360 baru-baru ini pada 11 April. Untuk minggu ini, tercatat harga emas turun sekitar 0,7%. kerugian pertama yang terjadi dalam tiga minggu terakhir.
Secara fundamental, harga emas juga turun karena meredanya ketegangan geopolitik baik di Timur Tengah dan Semenanjung Korea. Disisi lain, ada ekspektasi yang tinggi bahwa suku bunga AS bisa naik lebih dari dua kali ditahun ini. Hal ini dianggap bisa merusak selera investor untuk membeli logam kuning.
Potensi kenaikan harga emas secara fundamental juga masih berpijak pada gelora masalah geopolitik. Kekhawatiran akan perang dagang yang masih berlanjut dan risiko politik AS, masih menjadi pijakan sang Banteng bagi kenaikan harga emas lebih lanjut.
Hingga ada katalis yang kuat, maka perdagangan logam mulia masih akan dalam kisaran. Pertempuran antara Beruang yang menemukan dukungan dari ekspektasi kenaikan suku bunga AS, melawan Banteng masih akan berlanjut.
Perlu diingat perhatikan bahwa Dolar AS mengalami penguatan pada akhir pekan lalu. Kenaikan ini membalik kinerja mingguan Dolar AS kewilayah positif. Penguatan Dolar AS akan menjadi pukulan besar bagi harga emas. Ini membantu mengurangi permintaan akan logam mulia dalam denominasi dolar. Indek Dolar AS, DXY, naik 0,4% pada 90,26.
Harga emas memang cenderung bergerak terbalik terhadap imbal hasil Obligasi AS. Seperti diketahui bahwa imbal hasil Obligasi 10-tahun melonjak 3,5 basis poin menjadi 2,948% pada hari Jumat. Hasil yang lebih tinggi dapat menumpulkan daya tarik emas.
Perlu diperhatikan bahwa percetapan laju inflasi, pada akhirnya dapat memikat investor kembali ke dalam naungan emas. Inflasi yang tinggi, akan memunculkan kekhawatiran dan membuat investor kembali melirik emas. Ini berarti pergerakan pasar obligasi cenderung memiliki implikasi campuran untuk logam mulia.
Sementara itu, bursa saham AS bergerak lebih rendah pada hari Jumat, karena investor terus waspada terhadap meningkatnya imbal hasil obligasi dan fokus pada batch pendapatan berikutnya.
Kekhawatiran atas hubungan AS-Rusia, pembicaraan yang akan datang di Semenanjung Korea, tindakan di Suriah atas dugaan serangan senjata kimia dan kegelisahan atas konflik perdagangan yang masih memanas telah membentuk campuran kekhawatiran geopolitik yang mendasari pembelian emas, yang cenderung menguntungkan dalam ketidakpastian seperti itu. Untuk saat ini, kekhawatiran itu telah kehilangan sebagian dari kesibukan mereka meskipun mereka tetap merupakan faktor jangka panjang.
Ditengah semua polemik ini, harga emas tetap diyakini akan naik. Setidaknya diakhir tahun masih terbuka kenaikan hingga harga $1400. Fakta bahwa risiko geopolitik telah meningkat secara signifikan sejak awal tahun ini dan kemungkinan akan menjadi lebih tinggi, akan menjadi pendorong permintaan safe-haven.
Memang, kenaikan suku bunga akan menjadi masa koreksi bagi harga emas. Namun dengan konsistensi Bank Sentral AS, pasar bisa mendiskon sentiment ini untuk kembali menitik beratkan perhatinnya pada pertumbuhan ekonomi AS. Harga emas bahkan dapat kembali bangkit pada 2019 ketika siklus pengetatan Fed saat itu akan berakhir. Jelasnya, ekonomi AS kini menghadapi perlambatan siklikal.(Lukman Hqeem)