ESANDAR, Jakarta – Kondisi perdagangan di Eropa makin membaik. Sebaliknya, Amerika Serikat makin meradang dengan neraca perdagangannya. Jurus proteksinis perdagangan yang dilancarkan Donald Trump, memulai Perang Dagang abad ini.
Penjualan ritel Inggris pada bulan Februari mengalami kenaikan, meski tetap lemah. Hal ini menandakan bahwa konsumen Inggris tetap berhati-hati di awal 2018 di tengah pemerasan konsumen yang sedang berlangsung. Dari laporan data yang dirilis pada hari Kamis (22/03/2018) menunjukkan bahwa penjualan ritel tumbuh 0.8% pada bulan Februari dibandingkan dengan penurunan bulanan yang sebesar 0.2% pada Januari dan merupakan dua kali kecepatan yang terlihat dalam survei analis Wall Street Journal.
Dengan pengecualian toko-toko non-makanan, semua sektor ritel melihat pertumbuhan pada bulan Februari, Kantor Statistik Nasional mengatakan. Ini, bagaimanapun, datang setelah 0.3% ke bawah revisi untuk pertumbuhan bulanan Januari.
Ditengah negosiasi Brexit yang memberikan masa transisi dua tahun, perekonomian Inggris masih terjebak dalam gigi rendah. Inggris sepertinya kehilangan traksi ekspansi global yang mendorong pertumbuhan yang kuat di antara rekan-rekan yang berkembang. Inggris mencatat tingkat pertumbuhan terlemah di antara Kelompok Tujuh negara maju pada kuartal terakhir tahun lalu.
Sejumlah pejabat Inggris melakukan perjalanan ke Brussels untuk menyelesaikan kesepakatan Brexit transisional. Mereka berharap bisa membatasi ketidakpastian bisnis terkait dengan keberangkatan negara itu dari Uni Eropa. Ada tanda-tanda bahwa tekanan inflasi yang berkepanjangan mungkin mulai mereda.
Sementara itu, surplus perdagangan berjalan baik di zona Euro pada bulan Januari. Naik menjadi EUR37.6 miliar, posisi tertinggi dalam kurun waktu empat bulan, demikian menurut Bank Sentral Eropa (ECB) pada hari Kamis. ECB mengatakan surplus yang mengukur arus barang, jasa dan investasi naik menjadi 3.6% dari produk domestik bruto di kawasan itu pada bulan Januari, naik dari 3.3% dari PDB setahun sebelumnya.
Sebelumnya, Presiden AS. Donald Trump telah mengkritik Eropa dan khususnya Jerman, karena melakukan terlalu sedikit upaya untuk mengurangi surplus perdagangannya dengan AS. Dalam istilah Trump, Eropa merupakan Sekutu yang menikam AS.
Tidak berhenti disitu, Donald Trump juga melancarkan serangan ke Cina. Menurutny, banyak produk Cina yang akan dikenakan kenaikan tarif. Gedung Putih dijadwalkan akan mengumumkan sejumlah produk Cina yang akan dikenakan kebijakan tarif impor baru pada hari ini. Diperkirakan sejumlah produk dari furnitur hingga sepatu kets akan dikenaikan tarif.
Kebijakan kenaikan tarif Trump ini dinilai merupakan awal Perang Dagang diabad ini. Perang Dagang berpotensi memunculkan permasalahan tersendiri terhadap iklim perdagangan global. Seperti diketahui bahwa dalam empat dekade terakhir, banyak negara di dunia yang secara bertahap telah meringankan tarif perdagangan antara satu dengan yang lainnya.
Menanggapi kebijakan kenaikan tarif perdagangan AS terhadap Cina, sejumlah kelompok bisnis AS menyatakan kekhawatiran mereka bahwa kebijakan tersebut justru akan menaikkan harga barang-barang konsumsi, melemahkan sektor lapangan kerja serta melemahkan pasar keuangan. Hal ini tidak terlepas dari kemungkinan adanya balasan dari Beijing dengan menaikkan bea atas produk AS yang dijual di Cina, dan ini bisa sangat merugikan AS sendiri.
Sebuah data terbaru dari Departemen Perdagangan AS menyebutkan bahwa selama tahun 2015 lalu, ekspor barang dan jasa AS ke pasar Cina telah memberikan kontribusi hingga lebih dari 900 ribu lapangan kerja. Sektor pertanian AS juga akan sangat dirugikan dengan adanya kebijakan tarif ini, mengingat bahwa sepanjang tahun 2016 para petani AS telah berhasil menjual produk pertanian mereka hingga senilai $21 milliar ke pasar Cina, yang merupakan pasar kedua terbesar bagi produk pertanian AS.
Sektor lainnya yang akan dirugikan adalah industri pesawat yang berhasil mengekspor produknya hingga $15 milliar di tahun 2016, industri mesin listrik sebesar $12 milliar serta sektor otomotif yang mampu mendapatkan hasil dari ekspor produknya ke pasar Cina hingga sebesar $11 milliar sepanjang tahun 2016 lalu.
Cina akhirnya memutuskan melakukan serangan balasan dengan mengenakan tariff impor Anggur, Kacang dan sejumlah produk AS lainnya. Perang Dagang tak terhindarkan. (Lukman Hqeem)