ESANDAR, Jakarta – Dolar AS diperdagangkan melemah terhadap Yen dan Euro, membebani momentum kenaikan menjelang laporan inflasi konsumen yang dijadwalkan pada malam hari nanti. Greenback telah membuat awal yang buruk dengan membukukan penurunan harian kedua berturut-turut.
Banyak orang di pasar mengharapkan yen naik karena perputaran dalam kebijakan moneter BoJ belum sepenuhnya diperhitungkan pasar. Penurunan tajam dolar AS juga terjadi setelah muncul komentar dari Gubernur Bank Sentral AS Wilayah Cleveland Loretta Mester yang mengatakan bahwa dia memperkirakan pemotongan pajak bakal menambah pertumbuhan, menghadirkan risiko ke atas, sementara inflasi diperkirakan akan meningkat menjadi 2% selama satu hingga dua tahun ke depan dan pada gilirannya menciptakan memotivasi Federal Reserve untuk menaikkan suku bunga acuannya di tahun 2018 dan 2019.
Pada perdagangan mata uang hari Selasa (13/02/2018), Yen dan Euro menguat atas Dolar AS. Euro berhasil melejit, dimana pasangan EURUSD diperdagangkan pada kisaran 1.23, melonjak hampir 0.50% . Sejauh ini membuat level tinggi di 1.2370 terimbas oleh beberapa komentar optimis oleh Presiden ECB Mario Draghi mengenai prospek ekonomi di kawasan Eropa. Sebaliknya pasangan GBPUSD diperdagangkan dalam kisaran sempit. Pasar saham AS stabil dan tidak memberikan panduan baru. Sebelumnya, pasangan menguat ke posisi yang lebih tinggi di 1.3923 dari posisi terendah di 1.3831 di tengah sejumlah rilisan data mengenai inflasi Inggris yang optimis.
Aussie, mencoba memperpanjang pemulihan terakhirnya, tertahan di level tertinggi pada 0.7875. Level ini merupakan yang tertinggi dalam hampir satu minggu. Pasangan AUDUSD kemudian terjun posisi terendah harian 0.7827, mengikuti pergerakan bursa AS. Harga minyak member sokongan penguatan Aussie karena komoditas tersebut tetap mendekati harga terendah 2018, menyusul sebuah laporan dari Badan Energi Internasional.
Pasangan USDJPY terpantau diperdagangkan pada kisaran 107.70/60 di akhir sesi AS, anjlok hampir 0.75% atas spekulasi terpilihnya kembali Haruhiko Kuroda sebagai Gubernur BOJ ditambah dengan kekhawatiran defisit dan inflasi fiskal AS yang lebih tinggi karena rencana pengeluaran fiskal yang besar oleh Pemerintahan Donald Trump. (Lukman Hqeem)