ESANDAR, Jakarta – Pada perdagangan Kamis (18/01/2018) harga minyak dunia turun setelah aksi ambil untung mendera pasar. Momentum yang dimanfaatkan adalah sebagai bentuk sedikit aksi ambil untung sejenaknya setelah produksi minyak serpih AS mengalami kenaikan produksi kembali.
Dalam laporan mingguannya, Energy Information Administration menyatakan bahwa produksi minyak AS di pekan lalu mengalami kenaikan sebesar 258 ribu bph menjadi total 9,75 juta bph, ini mendekati rekor tertinggi produksi tahun 1983 yang mencapai 9,789 juta bph pada 15 Desember lalu. Kenaikan ini tentu sedikit menyetujui laporan OPEC sebelumnya yang memberikan proyeksi minyak AS di tahun ini bisa melebihi 10 juta bph dan rata-rata produksi di 2019 bisa mencapai 11 juta bph.
Selain itu, EIA juga melaporkan persediaan minyak mentah pemerintah AS yang mengalami penurunan sebesar 6,86 juta barel, di atas perkiraan 3,54 juta barel. Persediaan bensin mengalami kenaikan sebesar 3,62 juta barel atau di atas perkiraan 3,43 juta barel. Persediaan minyak solar dan minyak pemanas mengalami penurunan sebesar 3,89 juta barel.
Hal ini membuat harga minyak jenis West Texas Intermediate kontrak Februari di bursa New York Mercantile Exchange divisi Comex untuk ditutup melemah $0,19 atau 0,30% di level $63,78 per barel. Sedangkan minyak jenis Brent kontrak Maret di pasar ICE Futures London ditutup melemah $0,21 atau 0,30% di harga $69,17 per barel.
Harga minyak sebelumnya masih bertahan di level 3 tahun tertingginya setelah Energy Information Administration dalam bulanannya telah menaikkan perkiraan harga minyak WTI untuk tahun ini menjadi $55,33 per barel dan minyak Brent menjadi $59,74.
Selain itu beberapa bank besar dunia menaikkan proyeksi harga minyak. Seperti Bank of America Merryl Lynch menaikkan prediksi harga minyak Brent di tahun ini dari $56 per barel menjadi $64 per barel dan untuk harga minyak WTI naik dari $52 per barel menjadi $60 per barel. Serta diperkirakan juga bahwa pasokan minyak dunia akan mengalami defisit sekitar 430 ribu bph atau lebih besar dari perkiraan sebelumnya yang defisit 100 ribu bph.
Sedangkan Morgan Stanley menyatakan bahwa defisit pasokan minyak tahun ini akan mencapai 500 ribu bph atau naik dari perkiraan sebelumnya 200 ribu bph dan rata-rata harga Brent di kuartal ketiga bisa $75 per barel dan minyak WTI bisa ke $70 per barel.
Goldman Sachs sendiri belum menaikkan target harga kepada dua jenis minyak tersebut, namun menyatakan bahwa keuntungan yang di dapat oleh produsen minyak makin membesar karena biaya produksi minyak hanya $50 hingga $55 per barelnya. (Lukman Hqeem)