ESANDAR, Jakarta – Bursa Saham AS terus mengukir sejarah. Pada perdagangan Kamis (11/01/2018) berakhir diposisi tertingginya . Kepercayaan tinggi akan kenaikan pendapatan emiten dan potensi dari pemangkasan pajak korporat, menjadi bahan bakar melejitnya harga-harga saham saat ini.
Pada perdagangan sebelumnya, baik Indek S&P 500 dan Nasdaq terhenti laju kenaikannya dengan berakhir minus. Investor merasa gagap dengan kabar bahwa Cina mempertimbangkan akan menghentikan pembelian Obligasi AS.
Menariknya, kali ini investor justru lebih percaya diri dengan data ekonomi yang muncul memuaskan. Klaim pengangguran lebih rendah dari perkiraan. Kedua, dengan data inflasi penjualan ritel mengalami. Investor memburu saham kembali menjelang musim laporan emiten di kwartal empat, hal ini mendorong kenaikan indek saham akhirnya.
Menguat sejak awal tahun ini, Indek S&P 500 naik kembali sebesar 19.33 poin atau 0.7%, ke 2,767.56 dimana sektor energi dan pertambangan menguat 2%, dipicu kenaikan harga minyak mentah yang kini bertahan diatas harga $63 per barel. Indek Nasdaq naik 58.21 poin atau 0.8%, ke 7,211.78 sementara Indek Dow Jones naik 205.60 poin atau 0.8%, ke 25,574.73.
Investor menepis kabar soal Cina yang akan berhenti membeli obligasi AS sebagaimana dikabarkan oleh Bloomberg setelah tersiar pemerintah Cina menyatakan tidak membuat pernyataan tersebut. Kabar ini sekaligus mengisyaratkan keinginan Cina untuk tetap membeli obligasi AS .
Harga Obligasi yang berbanding terbalik dengan imbalnya, sudah mengalami penurunan jauh sebelum kabar Cina akan menghentikan pembeliannya. Sejumlah investor melakukan langkah antisipasi saat reformasi perpajakan AS yang kemudian menjadi UU Perpajakan baru, mulai berhembus. Mereka meyakini bahwa dengan aturan baru ini, akan mendorong the Federal Reserve menaikkan suku bunga lebih cepat dari perkiraan,alhasil investor berlari keluar dari pasar obligasi dan memburu asset yang lebih menjanjikan, saham.