ESANDAR, Jakarta – Kemenangan Shinzo Abe dalam pemilihan umum yang digelar hari Minggu (22/10/2017) memberikan sinyal kelanjutan kebijakan stimulus ekonomi yang besar-besaran oleh Bank Of Japan. Abenomics, demikian jurus ini dikenal dan dianggap bertentangan dengan arus utama kebijakan moneter global dari sejumlah bank-bank sentral besar.
Pertumbuhan ekonomi Jepang meningkat dengan laju inflasi mendekati target bank of Japan. Dengan melanjutkan kebijakan moneter yang longgar, berarti Jepang akan tetap menjadi sumber likuiditas bagi ekonomi dunia terutama pasar negara berkembang di Asia yang rentan terhadap kenaikan suku bunga.
Secara global, kebijakan lanjutan BOJ yang akomodatif ini harus membantu melindungi dari pukulan kebijakan The Fed yang akan menggelar normalisasi dan ECB yang diperkirakan akan memangkas suku bunganya di tahun depan. BOJ tidak akan bisa sendirian menjaga suku bunga rendah di mana-mana, namun komitmennya terhadap akomodasi moneter lanjutan harus menahan kemungkinan kenaikan imbal hasil secara global.
Memang, terdapat perbedaan yang tajam dalam kebijakan moneter Jepang diantara Negara-negara maju lainnya. BoJ dianggap membantu pelemahan yen secara terus menerus. Hal ini dianggap membantu Jepang dalam mempercepat laju inflasi dan membuat impor lebih terasa mahal. Yen merosot ke level terlemah sejak Juli pada hari Senin dan saham bergerak lebih tinggi.
Kemenangan Abe yang menentukan pada hari Minggu akan mendorong pendukung Abenomik, kebijakan ekonomi utama perdana menteri yang berpusat di seputar kebijakan moneter dan fiskal disertai dengan reformasi struktural. Ini juga meningkatkan kemungkinan Gubernur BOJ Haruhiko Kuroda diangkat kembali saat masa jabatannya habis pada bulan April, yang berarti kerangka kebijakan bank sentral tidak akan berubah.
Sebelumnya, diperkirakan bahwa jika Abe gagal memenangi pemilihan ini, maka bukan hanya jabatan dia sebagai ketua Partai Demokrat Liberal akan hilang, namun juga kebijakan Abenomics-nya yang diperkirakan akan dihentikan. Hasil nyata terbesar dari komitmen Abe terhadap target inflasi yang sangat ambisius adalah menjaga agar Yen tetap lemah dan meningkatkan ekuitas. Mata uang ini telah menurun lebih dari 20 persen sejak Abe menjabat pada Desember 2012, sementara Nikkei 225 Stock Average telah meningkat dua kali lipat. Kemenangan Abe akan membuat lebih sulit bagi BOJ untuk mengurangi rangsangannya. Yen bahkan bisa melemah lebih lanjut menjadi sekitar 120 per dolar.
Banyak pihak selama ini yang mempertanyakan hingga kapan Bank of Japan akan tetap menjalankan Abenomincs tersebut. Resep kebijakan Abe tersebut dikritik oleh Menteri Dalam Negeri Seiko Noda, yang secara terbuka menyatakan keprihatinannya tentang kemampuannya BOJ dapat melepaskan kebijakan stimulus moneternya. Termasuk saingan potensi Abe lainnya, Taro Kono yang pada bulan April menyatakan telah meminta komunikasi dengan BOJ tentang bagaimana hal mereka akan keluar dari kebijakan pelonggaran tersebut.
Melihat bahwa neraca BOJ mendekati hampir seluruh ukuran ekonomi Jepang, berbagai pertanyaan mengenai keberlanjutan kebijakan Jepang kemungkinan masih ada. Namun dengan terpilihnya kembali Abe berarti segala kritik telah dikesampingkan untuk sementara bahkan dalam masa yang akan lebih lama setidaknya. BOJ memang badan yang bebas atau independen, meski kenyataanya BOJ merupakan pihak yang paling tertarik dalam Abenomics. Kemenangan Abe ini sekali lagi mengkonfirmasi bahwa Abenomics masih akan jalan terus. (Lukman Hqeem)