Terlalu jauh untuk mengatakan bahwa yen yang lemah menjadi alasan utama untuk menjelaskan mengapa harga di Jepang naik, demikian dikatakan oleh Presiden Asian Development Bank (ADB) Masatsugu Asakawa pada hari Jumat (29/07/2022). Faktor utama kenaikan harga yang dilihat Jepang adalah gangguan rantai pasokan pandemi dan melonjaknya harga makanan dan energi karena invasi Rusia ke Ukraina, katanya.
Naiknya harga konsumen merupakan isu sensitif politik di Jepang, karena menantang pandangan Bank of Japan (BOJ) bahwa kenaikan harga baru-baru ini di negara itu akan tetap bersifat sementara. Mereka juga bisa menjadi penyebab ketidakpuasan, terutama di kalangan berpenghasilan rendah yang khawatir dengan biaya hidup yang lebih tinggi.
Inflasi inti, yang tidak termasuk biaya makanan segar yang bergejolak tetapi termasuk energi, telah melampaui target inflasi 2% BOJ selama tiga bulan berturut-turut, data pemerintah menunjukkan bulan ini, mencapai 2,2% pada bulan Juni.
“Mungkin berlebihan untuk mengatakan bahwa itu (kenaikan harga secara bertahap) disebabkan oleh melemahnya yen,” jelas Asakawa.
Sementara yen yang lebih lemah telah berkontribusi pada inflasi Jepang, hanya sekitar 20% hingga 30% dari tingkat inflasi yang dapat dijelaskan olehnya, kata Asakawa.
Asakawa, yang telah memimpin ADB sejak 2020, dipandang oleh pelaku pasar sebagai calon penerus Gubernur BOJ Haruhiko Kuroda, yang masa jabatan lima tahun keduanya akan berakhir pada April tahun depan. Sebelum pensiun dari kementerian keuangan, Asakawa menjabat sebagai diplomat keuangan top Jepang selama empat tahun sejak 2015.