bursa saham bertaruh dalam persimpangan

Esandar Arthamas Berjangka merupakan pialang resmi yang terdaftar di BAPPEBTI. Anggota dari Bursa Berjangka Jakarta dan Kliring Berjangka Indonesia.

ESANDAR, Jakarta – Bursa saham AS melemah tajam pada hari Senin (17/12) dalam sebuah perdagangan yang volatile. Indek S & P 500 dan Nasdaq memposting posisi penutupan terendah baru dalam setahun, memperpanjang awal terburuk ke Desember sejak 1980.


Indek Dow Jones turun 507.53 poin, atau 2.1%, pada 23.592.98, Indek S & P 500 turun 54.01 poin, atau 2.1%, di 2.545.94, dan Indek Nasdaq turun 156,93 poin menjadi 6.753,73, turun 2,3%. Indek S & P 500 ditutup pada level terendah sejak Oktober 2017, Nasdaq berakhir pada level terendah sejak November 2017, sementara Dow Jones ditutup pada level terendah sejak 23 Maret.


Dengan hanya beberapa sesi perdagangan yang tersisa di 2018, investor tetap tertekan oleh angin sakal dari sejumlah sentiment makro utama yang telah melanda pasar dalam beberapa bulan terakhir, yaitu meningkatnya suku bunga, melambatnya pertumbuhan ekonomi global dan ketegangan perang dagang AS-Cina.


The Federal Reserve akan mengakhiri rapat kebijakan terakhirnya pada 2018 pada hari Rabu besok. Meskipun pasar secara luas mengharapkan kenaikan suku bunga seperempat poin persentase, meskipun investor meminta the Fed untuk mengambil pendekatan wait-and-see dan menolak kenaikan suku bunga minggu ini.


Hal ini mencerminkan sentimen turun yang telah dikonsumsi investor dalam beberapa minggu terakhir. Sentimen inilah yang membantu meningkatkan aksi jual pada perdagangan hari Senin. Baru-baru ini pada bulan September, bank sentral memproyeksikan kenaikan suku bunga minggu ini, ditambah tiga lagi pada 2019.


Sejak saat itu, indikasi perlambatan pertumbuhan ekonomi global menguat, dolar yang meningkat dan inflasi yang lebih lambat telah membantu mendorong pejabat Fed untuk menjadi lebih dovish dalam pernyataan publik mereka.


Faktor-faktor yang sama ini, ditambah kekhawatiran bahwa Fed tidak akan cukup merespon, menyebabkan kecemasan di Wall Street. Perdebatan bulls dan beruang mengemuka. Turunnya pasar hari ini dianggap sebagai serangkaian koreksi yang menandai hampir 10 tahun pasar bull, ataukah awal dari pasar beruang yang langgeng.


Pada hari Jumat, terbukti dampak meningkatnya perang dagang AS-Cina, menimbulkan perlambatan dalam ekonomi Tiongkok. Dimana Cina merilis data yang menunjukkan produksi industri dan penjualan ritel untuk November meleset dari perkiraan para ekonom.


Perekonomian China yang melambat, menggarisbawahi pentingnya melanjutkan negosiasi perdagangan AS-China. Para pemimpin kedua negara sejauh ini telah bersemangat untuk mempromosikan optimisme bahwa kesepakatan akan tercapai sebelum tenggat waktu 1 Maret, meskipun pemerintahan Trump mengatakan rencana menaikkan tarif impor Cina masih akan tetap berlanjut.


Oleh karena itu, para pedagang menantikan pidato balasan Presiden Xi Jinping, yang disampaikan pada Selasa pagi di Beijing mengenai topik reformasi ekonomi. Pelaku pasar berusaha mencari setiap petunjuk sejauh mana Beijing merespon perkembangan perundingan Perang Dagang ini.


Jatuhnya bursa saham pada perdagangan hari Senin, dianggap sebagai antisipasi pasar menjelang hasil pertemuan Bank Sentral AS dalam minggu ini. Pasar merasakan keyakinan bahwa suku bunga the Fed akan naik. Kenaikan ini sekaligus membuktikan independensi lembaga ini dari intervensi pemerintah.

Sebagaimana dikabarkan, bahwa Presiden Donald Trump mengkritisi kebijakan the Fed dalam menaikkan suku bunga. Langkah ini dianggap terlalu agresif, dan presiden meminta The Fed menghentikan menaikkan suku bunga.


Perdagangan diawal pekan ini mempercepat kerugian investor, sehingga berpikir sudah berada di pasar dengan tren turun; bearish. Dengan tingkat volatilitas dan minimnya kabar baik, menjadi angin sakal bagi bursa. Investor memerlukan bukti yang cukup meyakinkan bahwa ekonomi AS dapat menahan kesulitan di luar negeri sebelum terjun kembali ke pasar.


Potensi kenaikan bursa, terlihat setelah pergantian tahun. Efek halo, perdagangan di bulan Januari, bisa menjadi harapan kenaikan indek saham. Datangnya musim laporan pendapatan emiten pada pertengahan Januari akan menjadi tumpuan kenaikan pasar kembali. Sayangnya, bagi pihak yang terlanjut berharap pada reli Santa diakhir tahun, akan menelan kekecewaan.


Investor masih belum cukup percaya diri saat ini. Meskipun perundingan tentang perang dagang telah berlangsung, dan kabar baik dari The Fed, namun pertumbuhan ekonomi global masih melambat. Dengan demikian, meskipun saham-saham tersebut terlihat murah, bahwasanya masih kekurangan katalis untuk membalikkan sentiment negatif.

Pendek kata, sejumlah pihak cukup berani melakukan aksi beli saat harga meluncur jatuh kedalam. Berharap ada reaksi balasan dari aksi beli kembali yang akan mendorong pasar naik. Sayangnya ini tidak berfungsi, dan pada titik tertentu justru akan mengarah ke pemogokan pembelian.


Data ekonomi terkini, menunjukkan bahwa aktivitas industri di wilayah New York, yang dirangkum dalam indeks Empire State untuk bulan Desember, menunjukkan pertumbuhan dengan laju yang lebih lambat dibandingkan dengan November. Indeks jatuh 12,4 poin menjadi 10,9 pada bulan Desember, demikian laporan Bank Sentral AS. (Lukman Hqeem)