ESANDAR, Jakarta – Pada perdagangan Rabu (31/01/2018), harga minyak dunia naik kembali setelah sejak awal pekan lalu mengalami tekanan harga. Kenaikan kali ini dibantu dengan keyakinan bahwa pemangkasan produksi oleh OPEC akan efektif.
Dalam laporan akhir bulannya, OPEC menyatakan bahwa komitmen pemangkasan produksi minyak 1,8 juta bph tengah meraih prestasi yang lebih di mana telah mencapai 138% kepatuhan yang bisa diraih oleh anggota OPEC tersebut di bulan lalu. Sisi produksi minyak Venezuela yang terus merosot karena masalah keuangan, membuat capaian prestasi tersebut bisa diraih.
Hal ini membuat harga minyak West Texas Intermediate di bursa New York Mercantile Exchange ditutup menguat $0,35 atau 0,54% di level $64,85 per barel. Sedangkan minyak Brent kontrak Maret ditutup menguat $0,03 atau 0,04% di harga $69,05 per barel.
Persediaan minyak AS selama 11 pekan yang mengalami penurunannya, menurut EIA telah berakhir di mana EIA dalam laporan mingguannya menyatakan bahwa persediaan minyak mentah AS telah naik sebesar 6,776 juta barel, persediaan minyak bensin turun sebesar 1,980 juta barel dan persediaan minyak bakar mengalami penurunan sebesar 1,940 juta barel.
Sisi penurunan persediaan dari bensin dan minyak bakar memang sedikit mengejutkan investor minyak sebagai pertanda bahwa produksi minyak mentah AS yang tinggi dan kurang diimbangi dengan aktivitas kilang pengolahan minyak yang sedang menurun dan sebuah permintaan yang besar dari konsumen AS membuat beberapa produsen pengolahan minyak AS akan menaikkan kemampuan produksinya.
Hal ini juga merupakan usaha pemerintah mengurangi persediaan minyak bensin dan minyak bakar tersebut setelah dalam jangka waktu hampir 3 bulan selalu mengalami kenaikan. Namun kenaikan harga minyak sedikit terbatas karena EIA menyatakan bahwa produksi minyak mentah AS mengalami kenaikan sebesar 44 ribu bph menjadi 9,919 juta bph, mendekati rekor tertinggi produksi minyak serpih dalam sejarah AS pada tahun 1970 sebesar 10,04 juta bph.
Beberapa pengamat menyatakan bahwa produksi minyak AS di 2019 bisa mencapai 11 juta bph. Dan pada pekan ini, ExxonMobil sendiri akan meningkatkan kapasitas pengolahannya 3 kali lipat dari sekarang untuk pabrik di wilayah Permian Basin Texas untuk jangka waktu 7 tahun ke depan dengan kapasitas produksi sekitar 60p ribu bph tambahannya.
Hasil perdagangan beberapa pekan ini juga telah mempersempit jarak harga atau spread antara minyak Brent dengan WTI menjadi sekitar $4 per barel dari sebelumnya yang sempat membuat jarak keduanya sekitar $7 per barel. Sempitnya spread tersebut akan memberi peluang bahwa produksi minyak AS bisa menurun di kemudian hari karena harga minyak Brent terlihat lebih murah di mana konsumen global sebetulnya lebih memilih Brent karena kualitasnya lebih bagus. (Lukman Hqeem)