ESANDAR, Jakarta – Laporan pemerintah Korea Selatan, tingkat hutang rumah tangga masyarakat disana sangat tinggi, tak heran bila akhirnya harga di tingkat produsen turun guna mengimbangi dan menjaga keberlangsungan konsumsi publik.
Pada akhir pekan lalu, diumumkan bahwa tingkat hutang sektor rumah tangga di Korea Selatan mencapai level tertinggi pada akhir tahun lalu. Melaju dalam kecepatan yang lebih lambat. Ini terjadi sebagai dampak ketatnya standar pinjaman pemerintah yang tengah berusaha menstabilkan pasar perumahan yang dinilai telah kepanasan.
Tidak tanggung-tanggung, hutang rumah tangga saat ini berjumlah 1,5034.6 triliun Won atau sekitar $1.36 triliun pada Desember 2018 lalu. Naik 5.8% dari periode yang sama di tahun sebelumnya.
Meski tingkat hutang berada di level tertingginya sepanjang masa, namun melaju paling lambat dalam lima tahun terakhir. Keuntungan hutang tahunan pun turun di bawah 100 triliun Won untuk pertama kalinya dalam empat tahun terakhirnya.
Jumlah keseluruhan hutang yang ditanggung oleh sektor rumah tangga Korea Selatan, mengalami lonjakan 10.9% di tahun 2015 dan 11.6% di 2016, akibat tingkat suku bunga rendah serta adanya kebijakan pembatasan pinjaman hipotek yang longgar. Akan tetapi laju pertumbuhan tahunan mulai mengalami pelemahan setelah aturan pinjaman yang lebih ketat diberlakukan oleh pemerintah, sehingga mengalami perlambatan menjadi 8.1% di tahun 2017 dan 5.8% di tahun 2018 lalu.
Pemerintahan Moon Jae-in pada September tahun lalu, telah memberlakukan pajak yang lebih ketat terhadap kepemilikan properti untuk mengendalikan bubbling spekulatif yang terjadi di pasar perumahan yang tengah dalam kondisi overheat. Setelahnya pada bulan Oktober, hal tersebut ditindaklanjuti dengan rasio layanan hutang yang lebih ketat dengan harapan dapat menekan laju pembelian rumah yang mengalami gejolak pada saat itu.
Dengan tingkat hutang yang tinggi, para produsen di Korea Selatan, memilih untuk menurunkan harga produknya. Tak heran bila indeks harga produsen Korea Selatan mengalami penurunan dalam empat bulan berturut-turut. Ini merupakan penurunan beruntun terpanjangnya dalam 36 bulan. Penurunan ini juga sebagai akibat dari penurunan harga barang-barang industri dan menurunnya harga minyak dunia.
Dalam rilisan data oleh Bank of Korea, Index harga produsen untuk bulan Januari di angka 103.75, atau turun 0.2% dari bulan sebelumnya. Sementara laju inflasi produsen terus melanjutkan penurunannya sejak Oktober lalu, yang menandai penurunan beruntun terpanjang sejak mencatat penurunan pada periode Juli 2015-Januari 2016 silam.
Bank Sentral Korea Selatan mengatakan bahwa pelemahan harga minyak dunia sepanjang periode November hingga Desember telah menimbulkan tekanan turun bagi harga produk industri. harga minyak Dubai, yang menjadi patokan bagi industri Korea Selatan, naik menjadi $59.09 per barrel pada Januari lalu, dari sebelumnya di harga $57.32 di bulan sebelumnya, namun harga produk olahan minyak masih tetap lemah, menyusul perubahan harga minyak.
Harga bahan bakar melemah sehingga memberikan tekanan harga produk industri pada bulan Januari lalu hingga sebesar 0.6% menjadi 97.65% dari bulan sebelumnya. Jatuhnya indeks harga konsumen ini tentunya akan mempengaruhi tingkat harga di pasar, yang mana akan memberikan pengaruh bagi laju inflasi secara keseluruhan di negeri ginseng tersebut.(Lukman Hqeem)