Bursa saham di Wall Street ditutup lebih rendah pada perdagangan hari Selasa (25/01/2022) setelah melalui perdagangan yang penuh gejolak. Sementara harga minyak melonjak lebih dari 2% karena ketegangan geopolitik dan pembaruan situasi menjelang pertemuan berkala Federal Reserve di hari Rabu yang menyita perhatian para investor.
Ketiga indek saham utama AS mengalami pengulangan perdagangan yang bergelombang di hari Senin. Mereka tidak dapat sepenuhnya melepaskan penurunan tajam pada hari sebelumnya dan menghapus kenaikan moderat yang diperoleh pada hari Senin dengan kerugian baru.
Indek Dow Jones turun 0,19%, S&P 500 turun 1,22% menjadi 4.356,45 dan Nasdaq turun 2,28%.
Penurunan hari Selasa terjadi setelah tiga minggu berturut-turut turun karena S&P bermain-main dengan wilayah koreksi. Jika indeks penentu arah ditutup 10% atau lebih di bawah rekor tertinggi yang dicapai pada 3 Januari, itu akan mengkonfirmasi bahwa ia memasuki koreksi pada tanggal tersebut. Itu mengakhiri sesi 9,2% di bawah level itu.
Bursa saham dunia juga berada di jalur penurunan bulanan terbesar sejak pandemi COVID-19 melanda pasar pada Maret 2020. Indeks MSCI Global yang melacak indek saham di 45 negara, turun 0,99%.
Para investor menunggu Rabu sore atau Kamis dinihari waktu Indonesia, ketika Fed akan memperbarui rencana kebijakannya, kemungkinan menyempurnakan waktu kenaikan suku bunga yang diharapkan dan menyusutnya neraca besar-besaran. Pada saat yang sama, meningkatnya ketegangan ketika pasukan Rusia berkumpul di perbatasan Ukraina menambah lingkungan penghindaran risiko bagi investor.
Tempat berlindung yang aman termasuk dolar dan emas keduanya membukukan keuntungan karena investor berusaha menghindar dari risiko – Risk Aversion.
Kekhawatiran tentang potensi konflik di Eropa Timur telah mendorong harga minyak naik tinggi, karena kekhawatiran pasokan bisa menjadi ketat. Harga komoditas ini naik lebih dari 2%. Dimana minyak mentah Brent di bursa berjangka naik $1,93, atau 2,2%, menjadi menetap di $88,20 per barel, sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS naik $2,29, atau 2,8%, menjadi menetap di $85,60.
Harus diakui bahwa saat ini sentiment geopolitik telah sukses mengirim harga minyak mentah lebih tinggi karena kekhawatiran pasar akan suplai minyak bisa menjadi ketat disaat ia harus berjuang melawan persediaan yang rendah. Ini menjadi kombinasi yang cocok bagi sentiment bullish harga minyak dalam beberapa bulan mendatang.
Para pialang sendiri tidak tahu bagaimana situasi di perbatasan Ukraina-Rusia akan terungkap atau apakah Iran akan dapat mencapai kesepakatan nuklir, tetapi kemungkinannya adalah sesuatu tidak akan berjalan dengan baik dan itu kemungkinan akan menyebabkan beberapa kekurangan pasokan untuk bahan bakar. pasar minyak menjelang masa liburan di awal musim semi dan musim panas.
Pada pertemuan berkala Federal Reserve ini, diperkirakan akan memberikan panduan tentang lintasan pengetatan kebijakan moneter, dimana investor mengharapkan, jika ekonomi tetap pada jalurnya saat ini, kenaikan suku bunga AS pasca-pandemi bisa terjadi untuk pertama kali di bulan Maret dan The Fed mulai menyusutkan neraca anggaran mereka di akhir tahun.
Dengan gambaran situasi yang demikian, dampak bagi pasar setidaknya akan dimulai paling lambat di bulan Juni. Sementara penyebaran varian Omicron kemungkinan akan turut membebani sejumlah data ekonomi untuk bulan Januari, ekspektasi dampaknya akan berumur pendek, dan dengan inflasi yang begitu tinggi dan pasar tenaga kerja yang cukup sehat, tampaknya ada rintangan yang sangat tinggi bagi The Fed untuk tidak untuk menaikkan tarif.
Di pasar obligasi, sebagian besar investor menahan diri dengan keputusan Fed beberapa hari lagi. Imbal hasil 10-tahun AS naik sekitar lima basis poin menjadi 1,7814%. Sementara Dolar AS mencapai level tertinggi dua minggu sebelumnya terhadap mata uang lainnya karena investor berbondong-bondong memilih asset safe haven. Indeks dolar AS naik 0,06%. Harga emas di pasar spot naik 0,25% menjadi $1,847,61 per troy ons.