Esandar Arthamas Berjangka merupakan pialang resmi yang terdaftar di BAPPEBTI. Anggota dari Bursa Berjangka Jakarta dan Kliring Berjangka Indonesia.

Harga minyak berada di jalur kenaikan dalam dua hari berturut-turut pada perdagangan di hari Selasa  (26/03/2024) setelah naik lebih dari satu dolar di tengah ekspektasi pasokan yang lebih ketat yang didorong oleh pengurangan produksi Rusia dan serangan terhadap kilang Rusia.

Harga minyak mentah Brent naik 23 sen menjadi $86,98 per barel pada 08:18 WIB. Sementara harga minyak mentah AS, West Texas Intermediate di bursa berjangka naik 28 sen menjadi $82,23.

Harga minyak mentah naik karena masalah sisi pasokan dan berlanjutnya ketegangan di Timur Tengah. Kedua jenis kontrak minyak berakhir naik $1,32 di sesi perdagangan sebelumnya.

Rusia dikabarkan meminta perusahaan minyaknya untuk mengurangi produksi guna memenuhi target Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) sebesar 9 juta barel per hari (bph). Pada akhir Februari, Rusia telah memproduksi sekitar 9,5 juta barel per hari. Pada saat yang sama, serangan Ukraina terhadap kilang minyak Rusia terus berlanjut. Kilang Kuibyshev Rusia harus menutup setengah kapasitasnya setelah kebakaran terjadi di sana pada Sabtu pagi.

Sebagai tanda pengetatan pasokan lebih lanjut, diyakini bahwa produksi minyak mentah di kilang AS akan meningkat sebesar 300.000 barel per hari pada minggu depan dibandingkan dengan penurunan pasokan domestik sebesar 500.000 barel per hari.

Pada hari Senin, Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi yang menyerukan gencatan senjata antara Israel dan militan Palestina Hamas, setelah AS abstain dalam pemungutan suara tersebut. Namun para analis tidak yakin bahwa gencatan senjata akan menghentikan serangan Houthi yang telah mengguncang rute pelayaran di Laut Merah.

Setelah pemungutan suara, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu membatalkan kunjungan ke AS untuk membahas rencana invasi Israel ke kota Rafah di Gaza, yang ditentang oleh sekutu Israel. Meskipun AS mengatakan posisinya tidak berubah, perselisihan tersebut menimbulkan pertanyaan apakah AS akan membatasi bantuan militer ke Israel jika negara tersebut terus melakukan invasi.