Direktur International Monetary Fund (IMF) Christine Lagarde di ajang World Economic Forum (WEF), Davos, Switzerland, pada Senin (21/01). (REUTERS/Arnd Wiegmann)

Esandar Arthamas Berjangka merupakan pialang resmi yang terdaftar di BAPPEBTI. Anggota dari Bursa Berjangka Jakarta dan Kliring Berjangka Indonesia.

ESANDAR, Jakarta – Dana Moneter Internasional memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini, dengan alasan meningkatnya ketegangan perdagangan dan kenaikan suku bunga AS. Pada hari Senin (21/01) mereka menyatakan bahwa pertumbuhan global tahun ini sebesar 3,5%, turun dari 3,7% pada tahun 2018 dan tahun 2019 kembali diramakan sebesar 3,7% sebagaimana perkiraan bulan Oktober.


Prakiraan tersebut dinyatakan pada Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss. IMF meninggalkan prediksinya untuk pertumbuhan A.S. tahun ini dengan tidak berubah pada 2,5%. Lembaga ini juga memangkas prospek pertumbuhan untuk zona Euro menjadi 1,6% dari 1,8%.


Pertumbuhan di negara-negara berkembang diperkirakan akan melambat menjadi 4,5% dari 4,6% pada 2018. IMF mengharapkan ekonomi China, selaku negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia tumbuh 6,2% tahun ini, atau turun dari 6,6% pada 2018 dan paling lambat sejak 1990.


Bank Dunia dan Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan juga menurunkan perkiraan pertumbuhan dunia mereka. Ketegangan perdagangan yang meningkat menimbulkan risiko besar bagi perekonomian dunia. Di bawah Presiden Donald Trump, Amerika Serikat telah mengenakan pajak impor untuk baja, aluminium, dan ratusan produk Cina, menarik pembalasan dari Cina dan mitra dagang A.S. lainnya.


“Ketidakpastian perdagangan yang lebih tinggi akan semakin mengurangi investasi dan mengganggu rantai pasokan global,” kata kepala ekonom IMF Gita Gopinath.


Meningkatnya suku bunga di AS dan di tempat lain juga mencubit pemerintah pasar berkembang dan perusahaan yang meminjam banyak ketika suku bunga sangat rendah setelah Resesi Besar 2007-2009.


Ketika hutang bergulir, peminjam-peminjam tersebut harus membiayai kembali dengan suku bunga yang lebih tinggi. Dolar yang meningkat juga membuat segalanya menjadi lebih sulit bagi peminjam pasar berkembang yang mengambil pinjaman dalam mata uang A.S. (Lukman Hqeem)