Goldman Sachs

Esandar Arthamas Berjangka merupakan pialang resmi yang terdaftar di BAPPEBTI. Anggota dari Bursa Berjangka Jakarta dan Kliring Berjangka Indonesia.

ESANDAR, Jakarta – Goldman Sachs memprediksi terjadinya perlambatan pertumbuhan ekonomi untuk AS pada tahun 2019. Pun demikian, bank ini melihat risiko resesi, dimana menunjukkan periode pertumbuhan saat ini di negara itu tahun depan.

Pertumbuhan ekonomi AS akan melambat “secara signifikan” sebagai konsekuensi pengetatan suku bunga secara bertahap oleh the Fed. Kebijakan ini dikombinasikan dengan dampak dari pemotongan pajak Donald Trump yang memudar.


Penciptaan lapangan kerja yang kuat akan terus mendorong suku bunga, setidak-tidaknya paling rendah 3% pada awal 2020 atau turun dari 3,7%. Sementara laju kenaikan inflasi diperkirakan sekitar 2,25% pada akhir 2019, ungkap Goldman. Hal ini akan memperkuat sikap The Fed dalam menaikkan duku bunganya.


Goldman Sachs memprediksi ekonomi AS akan memperlambat secara bertahap Sepanjang 2019, diperkirakan kecepatannya sebagaimana saat ini 3,5% ke level 1,75% pada akhir tahun depan. Ini disampaikan dalam sebuah catatan yang diterbitkan pada hari ini, Selasa (27/11) . Goldman Sachs menilai untuk rata-rata setahun penuh, memprediksi pertumbuhan diangkap 2,9 % untuk 2018 turun menjadi 2,5% untuk 2019.


Analis bank, dipimpin oleh kepala ekonom Jan Hatzius dan ekonom senior AS David Mericle, menulis: “Ramalan itu juga menyerukan tingkat kuartalan the Fed sedang mencari cara untuk menjaga pertumbuhan ekonomi tidak sampai memanas , dan kami berharap lebih pada 2019 bisa membawa tingkat terminal menjadi 3,25% hingga 3,5%. “


Namun mereka buru-buru menambahkan bahwa untuk saat ini, baik overheating maupun ketidakseimbangan keuangan – sebagai penyebab klasik resesi – tampak sama-sama mengkhawatirkan. Keduanya berpotensi meningkatkan kemungkinan bahwa ekspansi ekonomi masih bisa berlangsung di tahun depan, tentu saja ini bukan kasus dasar kami”.


Analis Goldman mengatakan, “Ini adalah kombinasi dari pertumbuhan, lebih banyak inflasi, dan lebih banyak harga daripada yang bisa menantang”. (Lukman Hqeem)