ESANDAR, Jakarta – Tarif impor yang diumumkan oleh pemerintahan Trump akan memicu perang dagang global. Dampaknya bahkan akan memukul sektor pertanian AS sendiri. Cina menyerang balik dengan mengenakan tariff impor 25% atas produk kedelai AS. Bagi para petani AS, harga kedelai domestik bisa sangat menderita karena Cina merupakan pasar terbesarnya.
Mengawali Perang Dagang ini, Amerika Serikat telah mengenakan tariff impor baja dan almunium. Sejumlah negera mitra dagang AS telah mengancam akan membalas tariff ini, termasuk Eropa. Korea Selatan dan Jepang juga demikian, mereka terpapar dengan tariff impor AS untuk produk mesin cuci, serta sel panas matahari yang ditetapkan diawal tahun ini oleh Pemerintahan Donald Trump.
Pada hari Selasa kemarin, Trump menandatangani memorandum berisi daftar komoditas Cina yang akan dikenakan tariff. Keputusan ini menyasar $50 milyar dari pengenaan tariff 130 barang. Sehari kemudian, Beijing membalas dengan menetapkan tariff baru 106 barang AS ke Cina yang mentargetkan lebih dari $50 milyar sebagai balasan.
Sejumlah produk ekspor unggulan AS dikenakan tariff, termasuk produk hasil pertanian hingga teknologi tinggi. Komoditas kedelai adalah salah satu yang akan dikenakan tariff impor 25% oleh Beijing. Padahal Ekspor Kedelai AS ke Cina adalah sangat signifikan. Cina merupakan pengimpor Kedelai terbesar didunia untuk memenuhi kebutuhan produksi pakan babinya. Tentu saja ini akan menjadi masalah serius bagi kalangan petani AS.
Impor Kedelai global diperkirakan akan mencapai 151 juta metrik ton tahun ini, di mana Cina akan mengimpor 97 juta, atau 64%, menurut Peter Meyer, direktur senior analisis pertanian di S & P Global Platts. Dua eksportir kedelai terbesar, Brasil, dan AS, diperkirakan akan memenuhi hampir 85% dari total permintaan impor global.
Dalam Perang Dagang ini, jika Cina berpaling dari kedelai AS, pihak pertama yang diuntungkan tentu adalah Brazil, sebagai pengekspor kedelai besar lainnya. Sementara di AS sendiri harga kedelai akan merosot seiring dengan pasokan yang naik. Pasar kedelai AS sendiri saat ini masih muram. Dengan proyeksi pasokan yang masih besar hingga akhir tahun, harga komoditas ini masih akan turun beberapa dolar lagi ditahun ini.
Sejauh ini harga kedelai, jagung, dan gandum tahun ini telah naik. Harga di pasar berjangka untuk kedelai, gandum dan jagung masing-masing naik sekitar 8% untuk tahun hingga saat ini, pada Kamis. Tetapi harga untuk kedelai, gandum, dan jagung mungkin masih ditakdirkan untuk naik dalam jangka panjang. Terlebih jika Cina dan Meksiko yang merupakan pasar besar kedelai AS lainnya, negara lain telah mencari di tempat lain untuk pembelian biji-bijian mereka. Harga komoditas biji-bijian ini , kemungkinan akan ada penurunan sementara sebelum akhirnya naik kembali.
Karakteristik pasar global untuk biji-bijian ini sangat cepat dalam menyesuaikan ekulibrium pasar. Harga gandum global, termasuk yang asal AS, akan menyesuaikan dengan perkembangan harga terkini karena terlalu banyak permintaan global untuk biji-bijian, sementara pasokan terlalu sedikit untuk bisa dikatakan mengalami kelebihan.
Stok global untuk akhir musim tanam 2017-18 diperkirakan hanya sekitar 80 hari pasokan untuk biji minyak, terutama kedelai; Pasokan 132 hari untuk gandum; dan pasokan 62 hari untuk biji-bijian kasar, terutama jagung, ungkap Sal Gilbertie, presiden dan kepala investasi di Teucrium Trading. “Permintaan global untuk biji-bijian akan meningkat, yang berarti penurunan harga kemungkinan akan berakhir sehingga akan menjadi peluang untuk melakukan aksi beli kembali. Kecuali permintaan secara misterius runtuh,” pungkasnya.