ESANDAR, Jakarta – Dalam sebuah wawancara yang ditayangkan oleh jaringan televisi CNBC, Duta Besar Cina untuk AS Cui Tiankai menyatakan bahwa Cina tidak ingin melakukan perang dagang dengan siapapun, namun semua orang tahu siapa yang memulai duluan. Lebih jauh dikatakan olehnya bahwa Cina tidak memiliki pilihan lain, selain harus membalasnya.
Wawancara eksklusif yang dilakukan pada Rabu (04/04/2018) tersebut dilakukan oleh Seema Mody dalam acara andalan stasiun berita ini, CNBC’s Squawk Box. Dihari yang sama, Beijing menerbitkan sejumlah komoditas AS yang akan dikenakan tariff masuk 25%. Diantaranya produk-produk sektor pertanian, teknologi hingga pesawat terbang. Total 106 jenis item dan dipertimbangkan masih akan bertambah lagi. Sejauh ini Cina membidik sekitar lebih dari $50 milyar pajak impor baru tersebut.
Menurut Duta Besa Cui Tiankai, sejak awal pemerintah Cina memang telah mengikuti langkah-langkah penyelidikan 301 oleh pemerintah AS atas sejumlah isu tekait perdagangan bilateral Cina – AS. Pengumuman pemerintah Trump mengenai produk-produk Cina yang dikenakan tariff adalah sebuah langkah yang salah menurut Duta Besar Cui. Lebih jauh, dijelaskan olehnya bahwa Beijing akan menempuh segala cara. Menggunakan mekanisme pengaduan kepada WTO dan hukun Cina untuk melakukan serangan balik. Mungkin dengan intensitas dan skala yang sama, ujarnya.
Seperti yang dikabarkan, jumlah tariff yang dibidik tidak terpaut jauh, $50 milyar juga. Dengan jumlah produk yang beragam pula. Ini membuktikan upaya tegas Cina dalam melawan serangan AS didalam perang dagang kali ini. Meskipun AS menyatakan bahwa ketetapan ini akan efektif dalam 60 hari kedepan, Cina masih akan mengukur sejauh mana perekonomian mereka akan terpapar kebijakan Pemerintah Trump kali ini.
Dalam memorandum tariff produk Cina tersebut, pemerintah AS menitik beratkan pada komoditas yang cukup luas jangkauannya, sangat terfokus pada teknologi tinggi dan semi-konduktor. Menanggapi hal ini, Cui Tiankai berpikir bahwa dampak perang dagang akan negatif bukan hanya pada ekonomi Cina, tetapi itu juga akan berdampak negatif pada perekonomian AS itu sendiri. Menurutnya, proteksionisme seperti itu tidak akan melindungi siapa pun. Itu tidak akan melindungi pekerja Amerika atau petani Amerika. Itu tidak akan melindungi bisnis Amerika atau konsumen Amerika. Sebenarnya itu akan merugikan semua orang, termasuk ekonomi AS sendiri, ujarnya.
Amerika Serikat sendiri beralasan bahwa selama ini Cina melakukan bisnis yang keji. Perusahaan-perusahaan AS yang ingin berbisnis disana, harus melakukan alih teknologi sebagai syarat. Cui Tiankai menanggapi hal ini dengan menyatakan bahwa tuduhan ini tidak berdasar. Menurutnya, Amerika Serikat tidak memberikan kasus secara spesifik atas tuduhan semacam itu. Cina sendiri menurutnya siap untuk berkonsultasi dengan pihak AS tentang kemungkinan apa pun.
Hanya masalahnya, menurut Duta Besar adalah setiap ukuran dari sifat proteksionisme atau unilateralisme ini. Sebagaimana kita melihat, itulah masalahnya, ungkapnya. Menurutnya orang-orang tampaknya tidak bersedia melakukan konsultasi semacam itu untuk mengatasi masalah dengan cara yang konstruktif, dengan cara yang saling menguntungkan. Jadi jika pilihan mereka adalah memiliki gerakan proteksionis atau bahkan gerakan sepihak maka kita harus melawan balik, tegasnya.
Sejak pengumuman tariff impor baja dan almunium, sejak dini Cina telah berusaha menjalin komunikasi dengan Amerika Serikat secara intensif. Menurut Cui, mereka melakukan dialog dan komunikasi dengan pihak AS atas sejumlah masalah ekonomi dan perdagangan. Kami memerlukan sikap yang setimpal, dimana niat baik kami semestinya juga bisa diterima dengan niat baik pula, jelasnya. Kondisi terakhir, menyingkap fakta bahwa niat Cina tersebut bak gayung tak bersambut.
Cina merupakan negara pemegang Obligasi AS terbesar. Sejauh ini belum ada indikasi apakah perang dagang kali ini akan mempengaruhi investasi Cina dipasar Obligasi AS. Setidaknya jumlah pembelian Obligasi akan berkurang atau justru melepas Obligasi yang sudah dimiliki. Duta Besar Cui juga secara implisit tidak memberikan gambaran lebih jauh.
Dalam penjelasannya, dia menyatakan bahwa baik Cina dan AS merupakan dua perekonomian yang saling terhubungkan. Tentu saja menurutnya, banyak sekali kesamaan kepentingan didalamnya. Segala kebijakan yang bersifat unilateral, akan melukai pihak yang lainnya. Dimana pada akhirnya kebijakan tersebut juga akan merugikan diri mereka sendiri. Oleh sebab itu, menurut Duta Besar Cui, kami akan berusaha melakukan apa yang terbaik untuk menghindari situasi seperti saat ini. Namun disisi lain, jika pihak lain membuat keputusan yang salah, kami tak segan melakukan serangan balasan.
Lebih jauh, Cui Tiankai menegaskan bahwa tindakan balasan Cina ini merupakan bentuk tanggung jawab pemerintah dalam melindungi, menjaga dan mempertahankan kepentingan rakyat Cina. Jadi jika ada pihak lain yang ingin menyakiti kepentingan rakyat Cina, tentu akan menjadi sebuah ancaman yang serius dan kita akan membalasnya kembali.
Dalam perang dagang kali ini, nilai tukar Yuan ikut terangkat paska pengumuman serangan balasan Beijing. Disinggung mengenai hal ini, Duta Besar Cui menyatakan bahwa segala sesuatu dalam kondisi ekonomi saat ini adalah saling terhubungkan. Dijelaskan olehnya bahwa ketika seseorang melakukan tindakan yang salah, seperti kebijakan proteksinis maka sejatinya ini akan menyakiti tingkat kepercayaan masyarakat. Bahkan secara keseluruhan bisa mempengaruhi perekonomian nasional bukan hanya disektor keuangan dan perdagangan saja, namun juga akan mempengaruhi kinerja ekonomi secara keseluruhan dan kepercayaan konsumen khususnya.
Pada akhirnya, Duta besar Cui menegaskan bahwa sejujurnya mereka tidak menginginkan perang dagang ini harus terjadi, namun semua pihak bisa memahami siapa yang memulai ini. Sementara bagi pelaku pasar, saat ini adalah melihat sejauh mana Perang Dagang ini akan berlangsung dan berdampak bagi pergerakan harga. Perang dagang, dianggap bisa mempengaruhi pendapatan perusahaan dan pertumbuhan ekonomi para aktornya. (Lukman Hqeem)