ESANDAR, Jakarta – Setelah resesi besar 1 dekade lalu, the Fed membutuhkan perubahan kebijakan seperti pelonggaran kuantitatif, panduan sasaran serta kebijakan baru dan menurunkan suku bunganya hingga mendekati 0% adalah contoh yang sudah dilakukannya.
Sekarang ini QE atau pelonggaran kuantitatif sudah berhenti dan suku bunga sudah diatas 1%. Sedangkan panduan atau proyeksi ke depan tentang kenaikan suku bunganya akan lebih atraktif dari sebelumnya dan sepertinya tidak ada rencana penurunannya. Setelah krisis tersebut, investor diarahkan untuk melakukan penyimpanan portfolionya lebih lama lagi karena suku bunga naik.
Kebijakan moneter menjadi titik patokan terhadap keberhasilan ekonomi the Fed secara eksplisit. Dengan memegang beberapa proyeksi, maka kredibilitas bank sentral AS ini akan semakin bagus. Namun akhir-akhir kredibilitas tersebut makin dipertanyakan karena beberapa jalur komunikasi yang dibangun pejabat-pejabat the Fed dengan realita yang terjadi dilapangan kadangkala tidak sinkron, dan ini bisa menjadi titik lemah bank sentral itu sendiri dalam menjaga kredibilitas kinerjanya dalam menjaga kebijakan moneternya.
Pada September 2014, the Fed memperkirakan suku bunganya bisa mencapai 3,75% di akhir 2017. Perkiraan ini meleset, dimana saat ini suku bunga the Fed hanya 1,25% – 1,5% saja. Sedangkan target suku bunga hingga akhir 2018 nanti adalah 2,25%.
Ketua the Fed Janet Yellen sendiri akhirnya buka suara bahwa dirinya memang mengakui masih memegang teguh perkiraan suku bunga akan naik hingga 2,25% dan menurutnya level segitu adalah level yang sangat optimal bagi kinerja moneter AS. Dirinya menyadari bahwa panduan- panduan yang selama ini dilontarkan pejabat the Fed memang mempunyai 2 sisi, yaitu panduan yang berguna atau panduan yang dimanfaatkan seseorang dan disalahgunakan.
Menurutnya bahwa proyeksi kedepan adalah sangat berguna untuk pasar, namun jangan terlalu sering diungkapkan juga, karena menurut Yellen bila terlalu banyak ekonom yang mempunyai proyeksi dan berpendapat, maka dirinya kuatir akan semakin bangak yang tidak berguna. Yellen berharap kedepannya kepada Jerome Powell sebagai gantinya bahwa pejabat-pejabat the Fed jangan hanya sebagai selebritis dan merusak panduan the Fed yang sudah disepakati sebelumnya bahwa kenaikan suku bunga selanjutnya melihat perkembangan inflasi di 2018 karena neraca the Fed sedang berada pada jadwal penurunan otomatis.
Ada usul menarik dari presiden the Fed St Louis, James Bullard bahwa sebaiknya the Fed melakukan evaluasi terhadap laju inflasi dan laju PDB per-3 bulan sekali dengan sebutan SEP atau Summary of Economy Projections alias ringkasan proyeksi ekonomi.
Dalam hasil paparan rapat suku bunga di awal bulan lalu beberapa pejabat bank sentral AS, Federal Reserve mengungkapkan pandangan yang optimis tentang pertumbuhan ekonomi AS, sekaligus juga kuatir bahwa harga atau inflasi di AS yang rendah akan membahayakan ekonomi AS itu sendiri.
Risalah pertemuan FOMC menyatakan bahwa anggota rapat suku bunga tersebut secara umum memandang pertumbuhan pasar tenaga kerja, belanja konsumen dan manufaktur AS semuanya menunjukkan pertumbuhan yang solid.
Meskipun ada ketidaksepakatan mengenai laju inflasi memunculkan diskusi agar anggota The Fed mengubah pendekatan penilaian terhadap stabilitas harga, atau dengan kata lain bisa menurunkan target inflasi atau di bawah 2%. Selain itu mereka juga menyatakan bahwa gambaran ekonomi AS bisa lebih baik jika Kongres AS menurunkan pajak perusahaan sebagai bagian dari rencana reformasi.
Dalam catatan tersebut juga terungkap meskipun sebagian besar wilayah di Selatan AS mengalami bencana badai, namun pasar tenaga kerja AS saat itu terasa tidak terganggu dengan bencana tersebut.
Sedang dalam mengevaluasi kondisi pasar atau saham, mulai nampak kekuatiran tersendiri. Sepanjang perdagangan saham tahun ini di AS, rekor tertinggi indeks saham AS terus berlanjut naik trilyunan dolar. Baik bagi profit perusahaan dan ditambah juga akan lebih membaik jika reformasi pajak juga terjadi.
Namun beberapa anggota takut apa yang akan terjadi jika pasar tiba-tiba terpukul, dimana nilai atau valuasi aset yang tinggi diiringi dengan volatilitas pasar keuangan yang rendah, akan memudahkan potensi penumpukan ketidakseimbangan keuangan. Mereka kuatirnya akan terjadi pembalikan tajam terhadap harga aset sehingga berdampak buruk kepada ekonomi AS.
Beberapa lembaga di luar The Fed sudah berulang kali mengingatkan bank sentral AS tersebut jikalau hal ini masih terjadi hingga 2018, maka Bank of America Merrill Lynch dan Goldman Sachs akan terjadi penggelembungan aset sehingga bila terjadi resesi ekonomi, maka AS sangat mudah kolaps ekonominya.
Beberapa anggota ingin pasar tetap naik dengan tingkat suku bunga rendah sehingga tidak membatasi pertumbuhan. Namun ada juga yang menyebutkan perubahan peraturan telah membantu kuatnya posisi modal dan likuiditas yang mudah dan besar di sektor keuangan dalam beberapa tahun ini sehingga membuat sistemnya kurang rentan terhadap guncangan penurunan pasar yang mendadak.